A. Judul:
PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN WISATA GEOPARK
BATUR DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN
BANGLI
B.
Identitas
Penulis
Nama :
I Wayan Edy Setyawan
NIM :
1014031056
Kelas :
B
Semester : VIII
Jurusan : Pendidikan Geografi
Fakultas : Ilmu Sosial
Institusi : Universitas Pendidikan Ganesha
C. Latar Belakang
Potensi objek wisata
yang tersedia di alam ini tersebar di area permukaan bumi mulai dari laut,
pantai dan gunung. Potensi pariwisata alam dalam suatu wilayah, seringkali
belum diandalkan sebagai sesuatu aset yang mampu mendatangkan penghasilan.
Pengembangan sektor pariwisata ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan serta dapat memberikan manfaat terhadap pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Pengembangan sektor pariwisata ini juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap penyelenggaraan pemerintah terutama dari segi pembiayaan
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah.
Keberhasilan dalam
pengembangan pariwisata tersebut ditentukan oleh tiga faktor, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Yoeti (1996), yaitu tersedianya objek dan daya tarik wisata, adanya accessibility yaitu sarana dan
prasarana, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau
kawasan wisata, serta adanya amenities
yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan kepada
masyarakat.
Pariwisata dapat
memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan
ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Perkembangan infrastruktur dan
fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat,
sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata.
Tersedianya objek wisata dan daya tarik wisata merupakan salah satu syarat yang
harus tersedia dalam pengembangan pariwisata, karena objek dan daya tarik
wisata merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung
(Rahman, 2011).
Menurut Satyananda
(2008) pengembangan dan pembangunan kepariwisataan dewasa ini sudah berkembang
sedemikian pesatnya dibandingkan dengan keaadaan sekitar 30 tahun yang lalu.
Pada saat ini berbagai daya tarik wisata seperti upacara dan peristiwa
tradisional belum diperuntukkan sebagai sajian bagi wisatawan. Pada dekade ini,
wisatawan manca negara sudah berdatangan mengunjungi objek wisata, namun
jumlahnya masih sedikit, sedangkan wisatawan domestik hanya lapisan tertentu
saja yang melakukannya. Demikian juga halnya dengan sarana transportasi dan
komunikasi masih sangat terbatas daya tampungnya.
Pengembangan sarana dan
prasarana juga sangat penting karena dengan berkembangnya sarana dan prasarana
maka kenyamanan para wisatawan dapat terjamin. Sarana wisata merupakan
kelengkapan pendukung yang diperlukan untuk melayani wisatawan dalam menikmati
kunjungan wisatanya. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah
tujuan wisata adalah akomodasi, hotel, biro perjalanan, alat transportasi,
rumah makan dan sebagainya. Prasarana adalah kelengkapan awal sebelum (pra)
sarana wisata dapat disediakan atau dikembangkan. Oleh karena itu prasarana
wisata dapat dikatakan sebagai sumber daya alam dan buatan yang mutlak
dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya menuju daerah tujuan wisata,
seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain
sebagainya (Rahman, 2011).
Pulau Bali dikenal memiliki potensi pariwisata cukup banyak hampir
seluruh pulau yang ada di Bali bila dikembangkan secara proporsional dapat
meningkatkan ekonomi bagi masyarakat serta pendapatan daerah. Hal ini dapat
dilihat dari semakin berkembang dan bertambahnya sarana dan prasarana
pariwisata seperti akomodasi, transportasi, fasilitas rekreasi dan hiburan,
komunikasi, dan atraksi wisata secara merata di seluruh wilayah Bali. Pesona
Pulau Bali baik keindahan alam, adat istiadat, kemasyarakatan, tarian, pura dan
beberapa objek wisata lain telah berkembang sejak abad ke 19. Potensi
pariwisata di Pulau Bali dari masa ke masa terus menunjukkan kemajuan yang
berarti seiring dengan perkembangan zaman. Kemajuan ini dapat dilihat dari
tabel data kunjungan wisatawan ke Pulau Bali dari tahun 2000 – 2013 yaitu:
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun 2003 – 2013
No.
|
Tahun
|
Jumlah
(Jiwa)
|
1.
|
2006
|
1.250.317
|
2.
|
2007
|
1.664.854
|
3.
|
2008
|
1.968.892
|
4.
|
2009
|
2.229.945
|
5.
|
2010
|
2.345.886
|
6.
|
2011
|
2.826.709
|
7.
|
2012
|
2.892.019
|
8.
|
2013
|
3.278.598
|
Sumber: Disbudpar Kabupaten Bangli Tahun 2013
Data tersebut menunjukan bahwa kunjungan wisatawan terus meningkat dari
tahun 2006 – 2013. Pariwisata di Pulau Bali mulai menunjukkan pada dunia akan
keindahan objek-objek pariwisata antara lain pura, keindahan alam terasering,
cagar budaya, wisata desa dan budaya adat istiadatnya. Bali dengan segala
bentuk keindahan alam dan budaya tradisional yang mendukung, pantas bersaing
dalam dunia pariwisata bahkan menampilkan nilai pariwisata yang tidak kalah menariknya
dengan daerah lain.
Geopark merupakan daerah lindung berdasarkan makna khusus Geologi,
kelangkaan dan keindahan. Fenomena itu mewakili sejarah, kejadian, dan proses
bumi. Seperti Taman Nasional, Geopark-pun
berada di bawah pengelolaan pemerintah di mana situs itu berada. Selain membuka
peluang untuk penelitian dan pendidikan, Geopark
berpotensi besar dapat mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Keadaan itu
akan menciptakan lapangan kerja dan penumbuhan ekonomi baru. Geopark dapat dikembangkan menjadi objek
dan daya-tarik wisata (geotourism),
selain menjadi tempat kegiatan perdagangan dan pembuatan barang kerajinan (geoproducts) seperti cetakan fosil dan
cinderamata (Hanang Samodra, 2012).
Terminologi Geopark
bukanlah berarti hanya sebagai Taman Bumi yang dipahami dan lebih dikaitkan
dengan aspek wisata dan konservasi saja, tetapi merupakan suatu konsep baru
yang mulai berkembang sejak tahun 1999. Konsep ini mengintegrasikan pengelolaan
warisan Geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural
heritages) dari suatu wilayah untuk tiga tujuan utama, yakni konservasi,
edukasi dan sustainable development.
Dengan demikian, keberadaan sebuah Geopark
tidak hanya membawa misi konservasi dan ekonomi saja seperti layaknya sebuah taman
yang memiliki berbagai atraksi, tetapi juga harus dapat menjadi media edukasi
dan pemberdayaan masyarakat lokal. Sebuah Taman Geologi yang selama ini hanya
memiliki arti penting dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan komunitas
keilmuan tertentu untuk pengembangan ilmu, dengan konsep ini keberadaannya akan
memberikan manfaat yang jauh lebih luas kepada semua pihak, baik pemerintah
maupun masyarakat tanpa kehilangan fungsinya sebagai sumber pengembangan ilmu
(LIPI, 2012).
Kaldera Gunung Batur
Kintamani, Bangli, Bali, berhasil ditetapkan sebagai Global Geopark Network atau jaringan taman bumi global oleh UNESCO.
Penetapan dilakukan saat konferensi Geopark
Eropa yang ke-11 di Geopark Auroca,
Portugal pada 20 September 2012. Batur Global
Geopark sebagai usaha berhasil pertama kali yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia setelah berusaha selama 4 tahun. Indonesia memiliki banyak kaldera
dan 127 buah gunungapi, Danau Batur merupakan salah satu kaldera terunik di
dunia . Keindahan Kaldera Batur didukung oleh kemudahan pencapaian dan beberapa
tempat atau spot pengelihatan yang
strategis sehingga memungkinkan untuk melihat seluruh keindahan kaldera, gunung,
danau, hamparan warisan Geologi, dan desa-desa tradisional beserta keragaman
hayatinya (Disbudpar Kabupaten Bangli, 2013).
Konsep pengembangan Geopark Batur memiliki 4 konsep pokok
yaitu konsep lingkungan hidup, konsep wisata gunungapi, konsep budaya dan
konsep ekowisata serta rekreasi. Diluar ketidaksesuaian antara Geopark yang dijelaskan dalam RDTR dan Geopark yang telah ditetapkan oleh
UNESCO, ada permasalahan lain yang perlu untuk kaji. Dapat disimpulkan dengan
dijadikannya Kawasan Kaldera Batur sebagai Geopark
tentunya akan mendukung pengembangan Pariwisata Bali yang berbasiskan alam.
Sehingga dapat terlihat Pariwisata Bali ke depan yang berkelanjutan dengan
terciptanya keselarasan dan keharmonisan baik bagi masyarakat, pelaku
pariwisata, pemerintah dan alam. Pengembangan
Kawasan Kaldera Batur sebagai Kawasan Geopark maka kegiatan pariwisata di Bali akan lebih beragam karena
tercipta alternatif wisata yang belum pernah dikembangkan sebelumnya. Wisatawan
dapat menikmati keindahan dan sekaligus mendapatkan pengetahuan betapa
pentingnya kelestarian alam dari perjalanannya (Disbudpar Kabupaten Bangli
2013).
Berdasarkan berita dari
surat kabar online merdeka.com, Sabtu
21 September 2013, kunjungan wisatawan ke Bangli sempat turun signifikan pada
tahun 2010 yakni sebesar 20,6% akibat maraknya aksi pemerasan yang dilakukan
warga setempat. Pemerasan biasanya dilakukan saat wisatawan menaiki sampan
untuk menuju Trunyan, sebuah desa kuno dengan kuburan tradisionalnya. Saat
menyeberangi danau, pengemudi sampan tiba-tiba mematikan mesin sampan meminta
uang kepada wisatawan dengan alasan mesin sampan mogok. Begitu juga saat
mengunjungi Kintamani, banyak wisatawan yang terusik kenyamanannya karena
dipaksa membeli souvenir oleh warga
setempat dan anak-anak. Association of
the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) bahkan sempat mengeluarkan
Kintamani dan Trunyan dari list destinasi yang layak dikunjungi wisatawan saat
berlibur ke Bali.
Menurut booklet Analisa Pemasaran Wisata
Kabupaten Bangli tahun anggaran 2014 berikut data kunjungan wisatawan ke
Kabupaten Bangli selama 5 tahun terakhir:
Tabel
2. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bangli 2009 - 2013
No.
|
Tahun
|
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bangli
|
1.
|
2009
|
526.706
|
2.
|
2010
|
418.143
|
3.
|
2011
|
566.617
|
4.
|
2012
|
548.152
|
5.
|
2013
|
616.637
|
Sumber: Disbudpar
Kabupaten Bangli Tahun 2013
Berdasarkan data di atas kunjungan wisatawan dalam lima tahun terakhir
terlihat jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli dari tahun ke tahun
mengalami keadaan yang tidak menentu. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan
kurang lebih sebesar 20,6% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh adanya
krisis ekonomi global yang belum pulih, wabah rabies, kolera ditutupnya
penerbangan langsung (direct flight)
dari Jepang ke Bali. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan kunjungan wisatawan
kunjungnan wisatawan ke Kabupaten Bangli yatu sebesar 148. 474 orang atau
sebesar 35%, hal ini disebabkan oleh pulihnya kondisi ekonomi global dan
gencarnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun
2012 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli sebesar
18.465 orang atau sekitar 3%, hal ini disebabkan karena beberapa hal yaitu
karena kurangnya promosi pemerintah daerah, belum maksimalnya infrastruktur yang
dibangun sehingga mempengaruhi minat wisatawan untuk berkunjung serta akibat
ulah beberapa oknum pelaku pariwisata yang tidak bertanggung jawab. Tahun 2013
terjadi peningkatan kunjungan sebesar 68.485 atau sebesar 12%, hal ini
disebabkan oleh gencarnya promosi wisata melalui beberapa event oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta
meningkatnya minat wisatawan terhadap Geopark
Batur yang sudah menjadi anggota Global
Geopark Network (GGN).
Melihat data tersebut
perlu kiranya semua komponen masyarakat menjaga citra pariwisata Kawasan Wisata
Geopark Batur yang kondusif dimata wisatawan
baik domestik maupun mancanegara mengingat keberadaannya memberikan
kesejahteraan masyarakat secara luas. Memperhatikan hal tersebut di atas perlu
dikaji lebih mendalam tentang partisipasi masyarakat maupun wisatawan terhadap fasilitas, daya tarik dan aktivitas
pariwisata yang berada di Kawasan Geopark
Batur untuk bisa melakukan perencanaan dimasa yang akan datang untuk bisa
mempertahankan bahkan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kintamani.
Partisipasi masyarakat
sangat penting dalam pengelolaan Geopark
Batur karena dalam pengelolaan tentunya harus melibatkan masyarakat. Mengingat
masih belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan observasi dan wawancara langsung dengan pihak pengelola Geopark Batur dengan menjajaki langsung
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli, hasilnya masih belum ada data
tentang partisipasi masyarakat terhadap Kawasan Wisata Geopark Batur. Untuk mengembangkan Kawasan Batur sebagai Geopark,
saat ini pengelolaannya tengah dikembangkan dalam program DMO (Destination Management Organization) yang
melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat di 15
desa yang ada di area Kaldera Gunung Batur. Melalui tata kelola DMO tersebut, Kawasan
Geopark Kaldera Gunung Batur diharapkan semakin berkembang sekaligus
terjaga kelestariannya. Lewat program Geopark ini, perekonomian
masyarakat setempat yang menyandarkan diri pada industri pariwisata diharapkan
juga dapat meningkat.
Berdasarkan observasi
awal dengan menjajaki langsung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli
selaku pengelola Objek Wisata Geopark
Batur yang direncanakan menjadi lokasi
penelitian serta melalui wawancara singkat dengan pihak pengelola yang secara
tidak sengaja ditemui ketika observasi awal dilapangan mengatakan bahwa “mengenai data tentang tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Kaldera Batur kami belum
memiliki datanya tetapi untuk data kunjungan wisatawan kami selaku pengelola
memiliki datanya” (Adnyana, wawancara, 12 Maret 2014). Melalui wawancara singkat
tersebut terlihat kurangnya perhatian pengelola terhadap tingkat partisipasi masyarakat
terhadap pengelolaan Kawasan Geopark
Batur. Secara umum diketahui bahwa masyarakat sekitar belum begitu paham
tentang Kawasan Geopark tersebut hal ini dapat dilihat dari minimnya pengetahuan
masyarakat tentang Geopark itu
sendiri, serta data tentang tingkat partisipasi masyarakat sekitar terhadap
pengelolaan kawasan Geopark Batur
masih belum ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli. Realita
tersebut sangat ironis atau bertolak belakang dengan keberadaan Objek Wisata
Kaldera Batur tersebut sebagai salah satu kawasan yang telah diakui oleh UNESCO
sebagai Kawasan Geopark (Taman Bumi).
Perbedaan nyata antara teori dengan realita yang terjadi di Kawasan Wisata Kaldera Batur (Geopark Caldera Batur) di Kecamatan
Kintamani inilah kemudian menimbulkan pertanyaan besar yang penting untuk
diteliti lebih lanjut, maka diambilah sebuah judul penelitian sebagai berikut “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan
Wisata Geopark Batur di Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana
kondisi potensi wisata masing-masing objek wisata pada Kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli?
2.
Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan
Geopark Batur di Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli?
E. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi
kondisi potensi wisata masing-masing objek wisata pada Kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli.
2. Mendeskripsikan
bentuk partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
F. Manfaat
Berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dari adanya penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat teori bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengembangan Kawasan Wisata
Geopark Batur.
b.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan informasi bagi pemerintah, masyarakat dan peneliti
sejenis.
a)
Bagi pemerintah, Memberikan suatu masukan supaya bisa
memberikan peran sertanya dalam membangun Geopark
Batur menjadi sebuah kawasan objek wisata yang ada di Kecamatan Kintamani,
supaya bisa eksis dalam dunia pariwisata dan memberikan dampak baik bagi nilai
sosial dan ekonomi daerah.
b)
Bagi masyarakat, memberikan manfaat bahwa apabila
potensi pariwisata yang dimiliki harus dikelola oleh masyarakat setempat dengan
tujuan segala bentuk hasil kegiatan pariwisata bisa dinikmati langsung oleh
masyarakat setempat dan pemerintah setempat, serta kegiatan pariwisata tersebut
memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
c)
Bagi peneliti yang lain, yaitu dengan adanya penelitian
ini, diharapkan mampu menambah wawasan serta dapat dijadikan bahan acuan atau
referensi dalam penelitian yang sejenis.
G. Kajian Pustaka
Untuk menunjang penelitian ini dipandang perlu penguasaan sejumlah acuan
yang erat kaitannya dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Penelitian
yang dianggap baik tentunya penelitian yang didasarkan atas landasan teori yang
relevan. Berkenaan dengan itu, landasan teori yang dimaksudkan akan dipaparkan
untuk memberikan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Potensi Wisata
Menurut
Mariotti dalam Yoeti (1983: 160-162) adalah segala sesuatu yang terdapat di
daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang
berkunjung ke tempat tersebut, Sukardi (1998: 67), juga mengungkapkan
pengertian yang sama mengenai potensi wisata sebagai segala sesuatu yang
dimiliki oleh suatu daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri
pariwisata di daerah tersebut. Masing-masing bagiannya akan diuraikan sebagai
berikut:
(a)
Potensi Alam
Potensi
alam adalah keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam suatu
daerah, misalnya pantai, hutan, dan lain sebagainya (keadaan fisik suatu
daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembangkan
secara maksimal dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitar akan mampu
menarik wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.
(b)
Potensi kebudayaan
Potensi
budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baikm berupa adat
istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah berupa bangunan,
monumen dan lain-lain.
(c)
Potensi Buatan Manusia
Potensi Buatan
manusia yang diguanakan sebagai daya tarik wisata adalah sebuah objek wisata
yang dibuat oleh manusia atau hasil karya manusia itu sendiri misalnya museum,
monument, taman rekreasi, water park, dunia fantasi, taman mini dan lain
sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan potensi wisata
adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata dari sebuah
objek wisata. Dalam penelitian ini potensi wisata dibagi menjadi tiga macam
yaitu potensi alam, potensi kebudayaan dan potensi buatan manusia.
b. Partisipasi Masyarakat
a)
Pengertian Partisipasi
Apabila dilihat dari asal katanya, kata
partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris yaitu “participation” yang
berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan (John M.Echols & Hasan Shadily,
2000: 419). Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam
proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi,
serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (I Nyoman
Sumaryadi, 2010: 46).Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli
Djalal dan Dedi Supriadi, (2001: 201-202) dimana partisipasi dapat juga berarti
bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat
dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan
jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri,
mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Partisipasi menurut Nazir Ws., et al,
(1999: 29), merupakan keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi
sosial dalam situasi tertentu. Nazir menekankan pada partisipasi bila mereka
menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi
dengan orang lain dalam nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggung jawab bersama. Kemudian menurut Isbandi dalam Solaeman, (2007: 27)
partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian
masalah dan potensi yang ada di masyarakat. Pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksannaan upaya mengatasi
masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang
terjadi.
H.A.R.Tilaar, (2009: 287) mengungkapkan
partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi
melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya
perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat
dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya. Menurut Sundariningrum
dalam Sugiyah (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua)
berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
(a) Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu
menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi
apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok
permasalahan,mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
(b)
Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu
mendelegasikan hak partisipasinya.Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene
Astuti D (2011: 61-63) membedakan partisipasi menjadi empat jenis, yaitu:
partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi
dalam pengambilan pemanfaatan, dan partisipasi dalam evaluasi. Pertama, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif
dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan
bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti
ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan
atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi
menggerakkan sumberdaya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran
program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah
digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun
tujuan. Ketiga, partisipasi
dalam pengambilan manfaat, partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas
dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase
keberhasilan program. Keempat,
partisipasi dalam evaluasi, partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan
pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam
evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah
direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka
dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah tingkat keikutsertaan atau
keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam masyarakat untuk mencapaian tujuan
dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat.
b) Bentuk-bentuk
Partisipasi
Bentuk partisipasi
menurut Effendi (2011: 58), terbagi atas:
(a)
Partisipasi Vertikal, partisipasi vertikal terjadi
dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam
suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai
status bawahan, pengikut,atau klien.
(b)
Partisipasi horizontal, partisipasi horizontal,
masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat
berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.
Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011:
58), partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi
dua,yaitu:
(a)
Partisipasi fisik adalah partisipasi fisik adalah
partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha
pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan usaha sekolah.
(b)
Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan
masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat
untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan,sehingga pemerintah tidak
ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan dan
pengelolaan kawasan wisata karena dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam
pengelolaan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat dan potensi wisata di daerah tersebut dapat berkembang secara
berkelanjutan. Partisipasi yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan
keikutsertaan masyarakat secara individu maupun kelembagaan dalam upaya
pengelolaan kawasan wisata Geopark
Batur yang ada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Dalam penelitian ini mengkaji tentang tingkat partisipasi
masyarakat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur di Kintamani.
c. Pengelolaan Kawasan Wisata Geopark
Batur
Manajemen pengelolaan prasyarat untuk setiap usulan Geopark yang
disetujui adalah pembentukan badan manajemen dan sebuah rencana pembangunan
yang komprehensif. Pendekatan manajemen umumnya dalam bentuk komite koordinasi
yang bertindak untuk mempertemukan para pemangku kepentingan utama yang
bertanggung jawab untuk pengembangan
sektor masing‐masing,
bekerja sebagai sebuah tim dengan cara yang lebih terintegrasi. Salah satu faktor kunci keberhasilan dalam inisiatif
untuk membuat geopark adalah
keterlibatan pemerintah lokal dan masyarakat dengan komitmen dukungan yang kuat dari pemerintah pusat.
a) Geopark
Menurut Ibrahim Komoo (2003), gagasan pelestarian/konservasi
tinggalan Geologi berawal dari keinginan untuk melindungi nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, seperti: nilai intrinsik heritage dan ekologi. Fokus utama konservasi keanekaragaman
tinggalan geologi (geodiversity)
tidak hanya pada nilai keilmuan dan inspirasi bagi manusia saja, tetapi lebih
ditujukan untuk menjaga proses ekologi yang mendasari konservasi alam. Akan
tetapi, beberapa tinggalan geologi terletak pada daerah yang terbangun dan
aktivitas ekonomi telah berlangsung di dalamnya, sehingga proteksi dan konservasi
tinggalan geologi tidak mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu integrasi antara
konservasi dan keberlanjutan penggunaan di bawah kerangka regulasi dari
pemerintah perlu mendapat perhatian yang utama. Inovasi pendekatan terhadap
gagasan integrasi tersebut telah diperkenalkan oleh UNESCO dengan suatu
inisiasi yang disebut “Geopark”.
Konsep
inisiasi tentang Geopark harus
menjadi suatu cara mendapatkan pemahaman terbaik tentang tinggalan geologi dan pengguanaan sumber daya alamnya melalui
kesadaran publik terhadap hubungan keseimbangan antara manusia dengan
lingkungan. Geopark juga dapat
difungsikan untuk kegiatan ekonomi, khususnya geotourism. Sebagai suatu konsep yang terus berkembang, geopark ditetapkan sebagai suatu area
proteksi nasional yang didalamnya terdapat sejumlah tapak tinggalan geologi
yang masing-masing memiliki nilai penting, seperti kelangkaan, keindahan yang
mana dapat dikembangkan sebagai bagian yang integral dari suatu konsep tentang
konservasi edukasi dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat (UNESCO, 2006).
b) Sejarah
Geopark
Sejarah berdirinya geopark dimulai sejak
konferensi Umum UNESCO 1997 yang menyetujui insiatif mempromosikan jaringan
global (global network) dari geosites yang memiliki keunikan
tinggalan geologi untuk dikembangkan sebagai pendorong usaha konservasi dan
memperkenalkan tinggalan geologi secara global atau internasional, maka Divisi
Ilmu Bumi pada tahun 2000 memasukkan laporan studi kelayakan ‘Program Pengembangan Geopark UNESCO, untuk mendapatkan persetujuan Dewan Eksekutif
UNESCO. Situasi saat itu yang tidak menguntungkan, mengakibatkan program
tersebut tidak disetujui. Namun, UNESCO mendukung segala upaya dari seluruh
negara anggota dalam mendirikan geopark
yang berskala nasional (Eder, 2002). Berdasarkan
keputusan tersebut, UNESCO dengan bantuan dari Badan Penasehat Ahli
Internasional akan menilai Pengembangan Geopark
Nasional melalui konsep Jaringan Global.
Kemudian dibawah UNESCO, The
European Geoparks Network (EGN)didirikan pada bulan juni 2000 yang
beranggotakan empat negara, yaitu Perancis, Jerman, Spanyol dan Yunani. Tujuan
utama dari inisiatif tersebut adalah
menjalin suatu kerjasama dalam melindungi tinggalan geologi dan mempromosikan
pembangunan berkelanjutan yang terbatas dalam bidang ekonomi dari suatu
wilayah. EGN sangat aktif dalam mempromosikan konsep geopark melalui berbagai
aktivitas, seperti proyek inovasi tentang tinggalan budaya, geologi dan alam.
Sampai bualan September 2007, EGN telah memiliki 32 geopark yang tersebar di 13 negara di Eropa (EGN, 2008).
Peristiwa penting dalam perkembangan
geopark terjadi pada bulan Februari 2004, dimana Komite Penasehat UNESCO untuk geopark atau umumnya dikenal dengan Global Geoparks Network (GGN)
beranggotakan 25 geopark yang tersebar di wilayah Eropa dan Cina sebagai
penggagas jaringan geopark dunia
tersebut. Kantor Koordinator GNN didirikan di Beijing, Cina pada bulan Juni
2004, serta diikuti dengan Konferensi Internasional Geopark pertama pada
tanggal 27-29 Juni 2004 yang juga diadakan di Beijing, Cina (World Geopark Newsleter, 2005). Hingga saat ini, GNN dikelola secara
administratif oleh suatu badan, GGN dibawah Divisi Ekologi dan Ilmu Kebumian
UNESCO. Pada tahun 2005 melalui Deklarasi Madonie, EGN menyatu menjadi anggota
GGN untuk benua Eropa. Saat ini GGN telah beranggotakan 56 geopark yang tersebar di 17 negara di empat benua.
Perkembangan terakhir dari insiatif GGN adalah
usulan untuk terbentuknya Asia Pasific
Geoheritage and Geoparks Network (APGGN) dalam konferensi regional pertama
Asia Pasifik Geopark yang diadalan pada 13-15 November 2007 di Langkawi,
Malaysia. Usulan ini telah disetujui oleh pertemuan badan GNN pada 21 Juni 2008
di Osnabruck, Jerman.
c) Kriteria-kriteria Geopark
Untuk bisa masuk ke
dalam anggota geopark memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, tidak
seperti konservasi alam dan proteksi tinggalan lainnya, yang mana perhatian
utama ditujukan pada propteksi keanekaragaman dan nilai-nilai dari suatu
tinggalan, tetapi dalam konsep geopark ada beberapa kriteria, yaitu:
(a)
Ukuran dan Letak
(b)
Manajemen dan Pelibatan Pihak Lokal
(c)
Pengembangan Ekonomi
(d)
Pendidikan
(e)
Perlindungan dan Konservasi
d)
Batur Global
Geopark
Kaldera Gunung Batur Kintamani,
Bangli, Bali, berhasil ditetapkan
sebagai Global Geopark Network atau
jaringan taman bumi global oleh UNESCO. Penetapan dilakukan saat konferensi
Geopark Eropa yang ke-11 di Geopark
Auroca, Portugal pada 20 September 2012. Batur Global Geopark sebagai usaha
berhasil pertama kali yang dilakukan oleh bangsa Indonesia setelah berusaha
selama 4 tahun. Seperti diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak kaldera dan
127 buah gunung api, akan tetapi Danau Batur merupakan kaldera terunik kedua
setelah Danau Toba. Keindahan kaldera Batur didukung oleh kemudahan pencapaian
dan beberapa tempat atau spot penglihatan yang strategis sehingga memungkinkan
untuk melihat seluruh keindahan kaldera, gunung, danau, hamparan warisan
geologi, dan desa-desa tradisional beserta keragaman hayatinya.
Pada kawasan Geopark Kaldera Batur tersebar beberapa desa Baliaga, yang tersebar diantara 15 desa yang masuk di kawasan Geopark Batur yang secara umum dapat
dinyatakan bahwa desa-desa tersebut terbentuk dari unsur yang bersifat fisik
dan non-fisik. Dalam usaha penentuan identitasnya, keberadaan elemen-elemen
fisik awal desa menjadi hal yang paling utama yang perlu dipertimbangkann
karena elemen-elemen fisik tersebut menjadi bukti nyata tentang perjalanan
sejarah suatu desa. Elemen-elemen tersebut berupa domain lingkungan,
bangunan-bangunan, pendukung aktifitas dan sebagainya. Akhir-akhir ini banyak
elemen-elemen fisik awal pembentuk suatu “Desa Kuno” telah rusak, hilang atau
sudah lenyap dari tempatnya. Banyak telah mengalami perubahan karena tidak
terpelihara dengan baik sebab dianggap menghabiskan banyak biaya untuk
merawatnya serta ada elemen yang sengaja digantikan dengan elemen-elemen modern
yang lebih representatif dan lebih mengikuti perkembangan jaman. Tetapi tanpa
kita sadari pembangunan pesat perdesaan telah menghilangkan bukti-bukti
kesejarahanyang merupakan bagian dari kebudayaan desa.
Menurut Garnham
(1985) dalam bukunya Maintaining the
Spirit Of Place dinyatakan bahwa “suatu tempat dikatakan unik atau memiliki
keistimewaan jika dapat memberikan kesan yang kuat dalam ingatan dan gambaran
dan karakternya serta menimbulkan suatu keinginan untuk kembali ke tempat
tersebut, dan keunikan itu dapat diidentifikasi, dimengerti dan dikomunikasikan”.
Penafsiran kearifan lokal dan transformasi di dalam pembangunan pada era global
adalah sesuatu yang dapat member keunikan dan nilai tambah dalam penguatan
sebuah identitas desa serta bukan merupakan suatu keterbelakangan yang
terkungkung oleh pikiran sempit dalam mengartikan perubahan jaman yang terjadi.
Oleh karena itu konsep pelestarian budaya (Cultural Conservation) dapat
menghidupkan semangat memeiliki warga desa untuk membangun dalam kedinamisan
sehingga pada akhirnya spirit Geopark
“Memuliakan Bumi dan Mensejahterakan Manusia” menjadi kenyataan.
Sebagai sebuah Geopark yang telah menjadi Jaringan Geopark Dunia atau Global Geopark
Network (GGN) dalam pengelolaannya diharuskan melibatkan pihak lokal atau
masyarakat setempat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur sehingga diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar tanpa merusak lingkungan.
d. Hubungan Partisipasi Masyarakat terhadap
Pengelolaan Kawasan Geopark Batur
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh
anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat
tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan
seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri.
Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya.
Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo,
2007).
Partisipasi masyarakat
sangat diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata karena
dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan pariwisata diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan potensi wisata di daerah
tersebut dapat berkembang secara berkelanjutan. Partisipasi yang dikaji dalam
penelitian ini berkaitan dengan keikutsertaan masyarakat secara individu maupun
kelembagaan dalam upaya pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur yang ada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Dalam penelitian ini mengkaji tentang
tingkat partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wisata
Geopark Batur di Kintamani.
Tradisi kuno Bali Aga
yang dipertahankan oleh masyarakat Pulau Trunyan sebuah pulau yang berada
tengah-tengah Danau Batur menambah keunikan wilayah ini. Adat istiadat menarik
penduduk Desa Trunyan yang masih bisa kita saksikan sampai hari ini
adalah tradisi masyarakat setempat yang tidak menguburkan sanak
saudaranya yang telah meninggal. Jasad anggota keluarga yang telah berpulang
diletakkan begitu saja di bawah pohon di Pulau Trunyan. Ajaibnya, jasad manusia
itu tak mengeluarkan bau busuk sedikit pun. Dari tempat jasad diletakkan justru
menguar bau harum. Keanehan ini telah mengundang banyak ilmuwan datang ke
Trunyan untuk menelitinya. Selain itu, keunikan Batur juga terletak pada
perannya yang penting dalam hal irigasi sawah. Danau Batur sudah sejak lama
menjadi sumber air utama yang mengairi ribuan hektar sawah di Bali dengan
sistem irigasi Subak.
Geopark Batur sebagai salah satu destinasi wisata unggulan
di Bali memerlukan suatu sistem pengelolaan yang baik, hal ini dapat dilakukan
dengan mengikutsertakan masyarakat setempat dalam pengeloaannya. Untuk
mengembangkan kawasan Batur sebagai geopark, saat ini pengelolaannya
tengah dikembangkan dalam program DMO (Destination Management Organization)
yang melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat di
15 desa yang ada di area Kaldera Gunung Batur. Melalui tata kelola DMO
tersebut, kawasan geopark Kaldera Gunung Batur diharapkan semakin
berkembang sekaligus terjaga kelestariannya. Lewat program geopark
ini, perekonomian masyarakat setempat yang menyandarkan diri pada industri
pariwisata diharapkan juga dapat meningkat.
Terkait status Kaldera
Gunung Batur yang kini menjadi geopark, rencana pelatihan dan edukasi
yang akan diberikan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah kaldera.
Pasalnya, geopark tak hanya mencakup ranah geologi semata, tetapi juga
budaya dan cara hidup masyarakat setempat. Salah satu pelatihan yang akan
diberikan pihak pemerintah daerah adalah pelatihan pemanfaatan bebatuan di
kawasan Danau Batur. Rupanya selama ini masyarakat setempat menggali batu untuk
dijual dengan harga murah. Padahal, bebatuan di wilayah Kaldera Gunung Batur
bernilai tinggi karena usianya yang tua dan keunikan elemen serta mineral yang
dikandungnya.
Berdasarkan situs resmi
Batur Global Geopark , masyarakat
dilatih agar tak menggali batu sembarangan. Daripada menjual batu dengan harga
murah untuk bahan bangunan, batu bisa diubah menjadi cindera mata menarik yang
bernilai lebih. Sebaliknya, Geopark dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Syaratnya, tentu
pengembangannya harus berkelanjutan dan tetap melestarikan alam serta budaya.
Beberapa jalur trekking baru menuju bibir kaldera juga sedang dalam
tahap persiapan untuk menyambut lonjakan jumlah wisatawan yang datang
berkunjung.
Pengelolaan Kawasan
Wisata Geopark Batur sangat membutuhkan
partisipasi masyarakat setempat dalam memenejemen pengelolaannya karena peran
serta masyarakat dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar
kawasan objek wisata Geopark Batur. Diharapkan melalui
tatakelola destinasi pariwisata (DMO) tersebut kawasan wisata Kaldera Gunung
Batur makin berkembang dan terjaga kelestariannya, serta mensejahterakan
masyarakat setempat melalui kegiatan pariwisata.
e. Matriks Penelitian
Penelitian
yang mengkaji tentang partisipasi telah dilakukan oleh berbagai pihak.
Masing-masing penelitian memiliki karakteristik yang berbeda dan dalam
penelitian ini pada hakekatnya berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu.
Seperti
halnya dalam penelitian Iwang Gumilar tahun 2012 yang berjudul Partisipasi
Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang
hasilnya partisipasi masyarakat Indramayu dalam upaya pelestarian hutan mangrove berada pada tahap penyampaian
informasi dan konsultasi atau tingkat “tokenisme” yaitu suatu tingkat
partisipasi dimana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi
mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka
akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. sedangkan dalam penelitian I Putu
Gede Parma yang berjudul Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam
Festifal Pesona Pulau Serangan di Kota Denpasar, yang hasilnya bentuk-bentuk
partisipasi masyarakat dalam Festifal Pesona Pulau Serangan meliputi dari tahap
kegiatan perencanaan hingga pelaksanaan. Pada tahap perencanaan masyarakat
mempersiapkan segala sesuatu terkait pelaksanaan festival melalui
kepanitiaan yang dibentuk bersama dengan pemerintah kota. Demikian pula pada
tahap pelaksanaan masyarakat turut serta mengikuti seluruh program yang telah
disiapkan dari pameran, penjualan, lomba hingga kegiatan edukasi seperti
seminar.
Penelitian-penelitian
mengenai partisipasi masyarakat yang telah dilakukan dapat disajikan pada Tabel
1 berikut.
Tabel 3. Matriks Penelitian
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Objek Wisata
No.
|
Peneliti
|
Tahun
|
Lokasi
|
Tujuan
|
Metode
|
Hasil
|
1.
|
Iwang Gumilar
|
2012
|
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
|
Menganalisis persepsi dan partisipasi pengelolaan
masyarakat pesisir dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan
di Kabupaten Indramayu
|
Studi Kasus
|
Partisipasi masyarakat Indramayu dalam upaya pelestarian
hutan mangrove berada pada tahap penyampaian informasi dan konsultasi atau
tingkat “tokenisme”
|
2.
|
I Putu Gede Parma
|
2011
|
Pulau Serangan, Kota Denpasar
|
Bentuk partisipasi masyarakat Serangan dalam Festival
Pesona Pulau serangan dan faktor-faktor yang memotivasi partisipasi
masyarakat Serangan dalam festival tersebut.
|
Deskriptif Kualitatif
|
Bentuk partisipasi masyarakat serangan dalam Festival
pesona Pulau serangan masih dalam bentuk manipulative, pasif, konsultatif dan
intensif.
|
3.
|
Penulis
|
2014
|
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
|
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur
|
Deskriptif Kualitatif
|
Hasil yang diharapkan adalah deskripsi tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur
|
H.
Metode Penelitian
Metode penelitian akan menguraikan hal-hal
seperti rancangan penelitian, definisi operasional variabel, lokasi penelitian,
objek dan subjek, populasi penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis
data.
a. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini pendeskripsian difokuskan
pada kawasan Geopark Kaldera Batur
sebagai objek wisata di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang menjadi
salah satu tujuan wisata yang menarik di Provinsi Bali karena keindahan alam
dan budaya masyarakat setempat sehingga menjadikan Kawasan Wisata Geopark Batur sebagai salah satu objek
wisata. Selanjutnya untuk permasalahan pertama dan permasalahan kedua setelah
data terkumpul akan dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif.
b. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah objek-objek wisata yang
tersebar pada kawasan wisata Geopark
Kaldera Batur yakni Objek Wisata Desa Trunyan, Penelokan dan Museum Gunungapi
Batur sedangkan subjek dari penelitian ini adalah masyarakat yang berada di
sekitar objek wisata pada Kawasan Geopark
Kaldera Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini mengambil
lokasi di Kawasan Objek Wisata Kaldera Geopark
Batur yang termasuk wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Daerah
ini dijadikan sebagai lokasi penelitian karena Kawasan Wisata Geopark Batur merupakan salah satu objek
wisata unggulan di Kabupaten Bangli, mengingat Geopark Batur telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu anggota Geopark dunia.
d. Populasi dan Sampel
Populasi adalah himpunan
individu atau objek yang banyak terbatas atau tidak terbatas. Himpunan individu
atau objek yang terbatas adalah himpunan individu atau objek yang dapat
diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasannya. (Tika Pabundu. Moh,2005:24). Jadi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar Kawasan Geopark Batur, dimana jumlah populasi di
Kawasan Sekitar Geopark Batur adalah 1596
KK (BPS, 2013) yang tersebar di beberapa objek wisata.
Dari keseluruhan populasi
wilayah penelitian dilakukan pengambilan sampel purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang digunakan
jika peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam mengambil sampelnya
(Arikunto, 200 : 97). Pertimbangan-pertimbangan tersebut yaitu:
a) Desa
tersebut terdapat aktivitas pariwisata dan serta terdapat partisipasi
masyarakat setempat dalam pengelolaan objek wisata seperti Museum GunungApi dan
Penelokan di Batur Tengah, Tradisi penguburan mayat yang unik di Desa Truyan.
b) Terdapat
penduduk/ masyarakat yang bekerja di bidang pariwisata (pengelola) serta
terdapat aparat desa dinas maupun desa adat yang tentunya mengetahui tentang
keadaan Kawasan Wisata Geopark Batur
seperti Kepala Desa maupun Bendesa Adat yang tersebar di Kawasan Wisata Geopark Batur.
Melihat besarnya jumlah penduduk desa tersebut, sampel yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dengan purposive
sampling dari jumlah populasi didasarkan pada ciri-ciri tertentu yang dipandang memiliki
sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya. Sementara itu
untuk sampel ditetapkan sebanyak 10 % dari jumlah populasi yang ada pada
masing-masing objek wisata (Arikunto, 1993). Untuk pengambilan sampel dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Sebaran Populasi Penduduk Kawasan Geopark Batur.
No.
|
Nama Desa
|
Jumlah Kepala Keluarga/ Populasi
(KK)
|
Banyaknya Sampel
10 % dari jumlah populasi (KK)
|
1.
|
Batur
Tengah
|
833
|
83
|
2.
|
Trunyan
|
763
|
76
|
|
Jumlah
|
1596
|
159
|
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bangli 2013
Berdasarkan
tabel di atas maka dapat diambil sampel penelitian sebanyak 159 KK yang
tersebar di masing-masing desa lokasi penelitan.
e. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam menentukan variabel yang akan digunakan, maka perlu dijelaskan
mengenai operasional variabel penelitian ini. Variabel yang perlu dijelaskan
adalah:
a.
Potensi Wisata
Potensi wisata adalah
sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah objek wisata. Pada penelitian
ini potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu potensi alam, potensi
kebudayaan dan potensi buatan manusia.
b.
Kawasan Wisata Geopark
Kawasan wisata merupakan suatu area dengan ciri khas tertentu yang
memiliki fungsi sebagai aglomerasi kegiatan-kegiatan pariwisata suatu daerah
yang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Geopark adalah Wilayah Geografis di mana situs-situs Warisan Geologis
di sana, merupakan bagian dari konsep holistik pada upaya perlindungan,
pendidikan, dan pengembangan berkelanjutan. Geopark
tidak hanya kumpulan Geologis, namun mencakup keseluruhan tatanan alam.
Konsep Geopark berbeda dengan taman
bumi yang hanya dikaitkan dengan aspek wisata dan konservasi. Geopark mengintegrasikan pengelolaan
warisan geologi dengan warisan budaya.
c.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat
adalah tingkat keikutsertaan atau keterlibatan suatu individu atau kelompok
dalam masyarakat untuk mencapai tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau
tanggung jawab bersama dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang
ada di masyarakat.
d.
Pengelolaan Kawasan Pariwisata
Pengelolaan kawasan pariwisata
mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai
kelestarian lingkungan alam, komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan
wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan
komunitas lokal.
e. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam
penyusunan penelitian ini didapatkan
melalui data primer dan data skunder. Data primer diperoleh melalui observasi
wilayah dan wawancara langsung dengan pihak terkait penelitian. Data skunder
diperoleh secara tidak langsung atau dari penelitian orang lain misalnya dari
buku-buku, arsip/dokumen, sumber-sumber yang relevan.
Data yang termasuk dalam data
primer adalah faktor-faktor Geografi yang mendukung Kawasan Geopark Batur sebagai salah satu kawasan
wisata serta didapat dari partisipasi masyarakat setempat terhadap Kawasan Wisata
Geopark Batur. Data skunder dapat
diperoleh dari data fisiografis, data jumlah penduduk, data kunjungan wisatawan
dan curah hujan. Data tersebut dapat diperoleh dari BPS Kabupaten Bangli serta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli maupun pihak-pihak terkait
lainnya.
Pengumpulan data-data tersebut
dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a)
Metode Observasi
Penelitian ini menggunakan
metode observasi dalam proses pengumpulan datanya yaitu dengan mengobservasi
tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Objek Wisata Geopark Batur, sehingga dengan demikian
lokasi ini cocok untuk diteliti.
b)
Metode Wawancara
Wawancara dilakukan kepada
pihak terkait yang menguasai informasi mengenai Kawasan Wisata Geopark Batur, yakni dengan langsung
bertanya kepada responden dan informan yaitu masyarakat sekitar Kawasan Objek
Wisata Geopark Batur dan para
pengelola di masing-masing objek wisata, data yang diperlukan sesuai dengan masalah
yang akan diteliti yaitu partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan
Wisata Geopark Batur
c)
Metode Dokumentasi
Penggunaan metode
dokumentasi dalam penelitian ini dokumentasi diperoleh dari berbagai pihak
diantaranya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli, BPS, BMKG,
kantor Desa, Perpustakaan, surat kabar, internet maupun instansi-instansi terkait tentang
penelitian ini.
d)
Metode Kuesioner (angket)
Penggunaan metode
kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh data primer tentang tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur yaitu
dilakukan dengan cara disebarkan yang kemudian diisi oleh responden dan digunakan sebagai pedoman
wawancara dengan responden.
Tabel 5. Teknik Pengambilan
Data/ Instrumen Penelitian
No
|
Data
|
Jenis Data
|
Teknik
Pengambilan Data/Intrument
|
Sumber Data
|
-
|
Pengelolaan kondisi potensi Kawasan Wisata Geopark Batur
|
Primer
|
Wawancara
|
Responden
|
-
|
Partisipasi masyarakat terhadap pengembangan
Kawasan Wisata Geopark Batur
|
Primer
|
Kuesioner
|
Responden
|
-
|
Keadaan Demografi
|
Sekunder
|
Observasi/ Pencatatan dokumen
|
BPS
|
-
|
Keadaan Fisiografis
|
Sekunder
|
Observasi/ pencatatan dokumen
|
BMKG
|
f. Teknik Analisis Data
Apabila data telah terkumpul
maka perlu dianalisis agar menjadi informasi yang bermakna terkait dengan
masalah yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
akan disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. Analisis data tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Penelitian ini memiliki 2
masalah pokok yaitu: Data pertama tentang kondisi potensi wisata
masing-masing objek wisata pada kawasan Geopark
Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan terkait data kedua
tentang partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dianalisis
dengan metode deskriptif kualitatif. Data pertama dianalisis untuk mendapatkan
informasi mengenai potensi wisata pada masing-masing objek wisata yang tersebar
pada kawasan Geopark Batur. Terkait
permasalahan kedua dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark
Batur sebagai kawasan wisata di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Tabel
6. Teknik Analisis Data
No
|
Masalah
|
Analisis
|
Pendekatan
|
Hasil
|
-
|
Potensi wisata masing-masing
objek wisata pada Kawasan Geopark Batur
di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
|
Deskriftif
Kualitatif
|
Keruangan
|
Potensi
wisata pada masing-masing objek wisata yang tersebar pada Kawasan Geopark Batur dapat diketahui.
|
-
|
Partisipasi masyarakat terhadap
pengelolaan Geopark Batur di
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
|
Mendapatkan
informasi tentang tingkat partisipasi masyarakat setempat terhadap
pengelolaan Geopark Batur di
Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli.
|
g. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan
dengan beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut:
a) Tahap Persiapan
(a)
Studi kepustakaan dengan banyak mempelajari hasil-hasil
penelitian dan didapat dari berbagai buku maupun sumber lain yang berkaitan
dengan penelitian ini.
(b)
Penyediaan instrumen penelitian, seperti data
kependudukan dan peta wilayah kecamatan setempat yang akan dijadikan tempat
penelitian yang didapatkan dari BPS, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atau instansi
terkait penelitian ini.
b) Tahap Pelaksanaan atau Kerja Lapangan
(a)
Melaksanakan observasi dan mengidentifikasi keadaan Geografis
Kaldera Geopark Batur.
(b)
Pengumpualan data primer maupun data sekunder
c) Tahap Setelah Kerja Lapangan
(a)
Melakukan tabulasi data, hal ini dimaksudkan agar data
yang diperoleh di lapangan lebih teratur dan dapat kekelompokkan berdasarkan
skala tertentu.
(b)
Menganalisis data yang telah ditabulasi dengan metode
yang sesuai dengan data yang telah didapatkan.
(c)
Menyusun laporan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam mengidentifikasi
permasalahan adalah pendekatan keruangan. Teknik pengambilan sampel yaitu
menggunakan teknik purposive sampling serta
dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.
Tabel 7. Tahapan Penelitian
No.
|
Tahapan Kerja
|
Uraian Kegiatan
|
1.
|
Tahap
deskripsi
|
Tahap ini
merupakan tahap pengumpulan data atau pengumpulan sumber-sumber yang terkait
dengan masalah penelitian pada observasi awal, dimana data awal didapat dari
berbagai sumber yaitu buku-buku terkait penelitian yang relevan, internet dan
instansi terkait yaitu Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bangli memalui surat izin yang telah dilegalisir oleh pihak kampus.
|
2.
|
Tahap
reduksi
|
Pada tahap
ini merupakan tahap tahap yang digunakan setelah tahap deskripsi dilakukan,
digunakan sebagai fokus masalah yang akan diteliti di lapangan. Kemudian
setelah data terkumpul, maka dapat difokuskan pada rumusan masalah yang
digunakan.
|
3.
|
Tahap
seleksi
|
Tahapan
ini merupakan tahap melakukan analisis mengenai fokus permasalahan yang telah
ditentukan baik data yang bersifat primer maupun data sekunder yang didapat
dari intansi terkait.
|
4.
|
Tahap
Proses meliputi:
a.
Identifikasi
b.
Pembatasan masalah
c.
Penetapan fokus
d.
Pengumpulan data
e.
Pengolahan dan pemaknaan data
f.
Pemunculan teori
g.
Penulisan laporan
|
Mengidentifikasi
permasalahan yang dikaji
Membatasi
masalah sejauh mana penelitian akan dilakukan dalam hal ini mengkaji potensi
wisata masing-masing objek wisata kawasan Geopark
Batur beserta peran masyarakat terhadap pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur.
Menetapkan
fokus masalah penelitian yang meliputi:
1.
Potensi wisata pada masing-masing objek wisata pada
kawasan Geopark Batur
2.
Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani.
Dengan
mengumpulkan data yang didapat baik data primer maupun sekunder
1.
Data primer diperoleh dengan menggunakan metode
kuesionar dengan menggunakan alat berupa angket yang bersumber dari
masyarakat sekitar Geopark Batur.
2. Data
sekunder didapatkan melalui menggunakan metode pencatatan dokumen dengan
menggunakan alat berupa lembar pencatatan dokumen yang bersumber dari intansi
terkait.
Data
primer meliputi: partisipasi masyarakat sekitar Geopark Batur terhadap pengembangan objek wisata tersebut.
Data
sekunder meliputi: aspek fisik dan aspek sosial.
Melalui
sumber buku-buku, internet, data-data terkait penelitian yang telah
didapatkan, maka akan muncul teori-teori yang digunakan untuk menunjang
masalah yang telah ditetapkan.
Tahapan ini adalah tahapan yang terakhir dalam
penelitian, dimana dalam kegiatan ini meliputi kegiatan pengolahan dan
analisis data serta penyusunan laporan penelitian.
|
I. Jadual Penelitian
NO
|
KEGIATAN
|
BULAN
|
MAR
|
APR
|
MEI
|
JUN
|
JUL
|
AGU
|
1
|
Studi Kepustakaan
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Observasi ke lapangan
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Penyusunan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Bimbingan
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Mengurus surat ijin untuk pengambilan data
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Penyusunan instrumen penelitian
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Pengumpulan data
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Membuat tabulasi data
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Menganalisis data
|
|
|
|
|
|
|
10
|
Menyusun laporan penelitian
|
|
|
|
|
|
|
J.
Daftar
Pustaka
Arikunto,
Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli.
2013.
Batur Global Geopark. 2014.
Pemerintah Kabupaten Bangli. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Bintarto. 1997. Geografi Sosial. Yogyakarta: UP Spring
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Garindo Persada.
Geriya, Wayan. 1995. Pariwisata
dan Dinamika Kebudayaan Lokal. Denpasar: PT. Upada Sastra
Gumilar, Iwang. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan
Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jatinagor: Jurnal Akuatika Vol. III no. 2/ September
2012 (198-211)
James, Spillane, J. (1982:20). Pariwisata
Indonesia, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisw.
Komoo, Ibrahim 2003, Conservation
Geology, Protecting Hidden Treasures
of Malaysia, LESTARI UKM Publication, Bangi, Selangor, Darul Ehsan, 51p.
Notoatmodjo S, 2007. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta Jakarta.
Pendit, N. S. 2002. Ilmu Pariwisata. Jakarta :Pradnya Paramita.
Santoso, Sastropoetro. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan
Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung.
Satyananda, Made. 2008. Potensi
Pengembangan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. Denpasar: Jurnal penelitian No.30/IX/2008 ISSN
1411-6995.
Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Sugiyono. 2010. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung : Alfabeta.
Sujali. 1989. Geografi
Pariwisata dan Kepariwisataan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Suwatoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi Yoyakarta.
Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Yoeti, H Oka A. 2006. Pariwisata Budaya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.