Selasa, 02 September 2014

AMDAL



A.     Judul :   Proyek Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa
               (Tol Bali Mandara)

B.     Deskripsi Proyek
a.       Nama Rencana Kegiatan :
  Proyek Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa, Bali
b.      Luas Proyek                     : 12,7 Km
c.       Letak Lahan/Lokasi          :
Lokasi proyek ini terletak di atas permukaan air laut di Teluk Benoa yang menghubungkan wilayah selatan Pulau Bali (kawasan Nusa Dua) dengan wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, tepatnya kawasan Pelabuhan Benoa. Selain kedua wilayah ini, jalan tol ini juga diberikan akses menuju ke Bandara Internasional Ngurah Rai.
d.      Rencana Aktivitas Kegiatan Usaha
Aktifitas yang dilaksanakan oleh Jalan Tol Bali Mandara ini memiliki fungsi utama jalan tol itu nanti akan menjadi akses alternatif yang menghubungkan tiga kawasan strategis yaitu Nusa dua, Bandara ngurah rai, dan denpasar Bali melalui jalan akses pelabuhan Benoa dan Pesanggaran, selain jalan tol ini diangun dengan tujuan sebagai alternatif untuk mengurangi kemacetan jalan utama di Bali, mendukung fasilitas transportasi dan pariwisata, mempermudah akses yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan, mempermudah akses ke Bandara Ngurah rai, mengakselerasi mobilitas barang dan jasa. juga menstimuli pertumbuhan ekonomi daerah.
e.       Pola Pelayanan Pola
Pelayanan Tol Bali Mandara  ini dilakukan mulai 1 Oktober 2013 pukul 00:00 WITA, jalan tol Bali Mandara mulai dikenakan tarif. Pemberlakuan tarif tol dan penggolongan kendaraan tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 375/KPTS/M/2013 tanggal 18 September 2013, tentang Penetapan Pengoperasian, Golongan Jenis Kendaraan Bermotor, dan Tarif Tol pada Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai - Benoa. Untuk kendaraan roda empat dan bus dikenakan Rp 10.000 per transaksi atau setiap kali lewat, sedangkan kendaraan roda 2 (motor) dikenakan tarif Rp 4.000. Jalan Tol Bali Mandara dioperasikan dengan sistem terbuka, dimana pengguna jalan bisa masuk dari mana saja, kemudian membayar tol di gardu tol, dan keluar di tempat tujuan yang diinginkan. Selain pembayaran tunai, transaksi tol juga dapat dilakukan dengan menggunakan e-Toll Card untuk membantu kelancaran transaksi.
f.        Deskripsi Proyek
1.      Tahap Pra Konstruksi
Kawasan Teluk Benoa satu-satunya benteng alamiah melindungi wilayah Bali selatan dari berbagai bencana seperti banjir tsunami dan lainnya. Di masa lalu Teluk benoa merupakan sebuah kawasan bentangan hutan mangrove sepanjang puluhan kilometer. Kawasan Tahura Ngurah Rai juga adalah wilayah teluk ini. salah satu fungsi kawasan teluk Benoa adalah sebagai kawasan pelindung kawasan bali selatan dari bencana tsunami dan abrasi. Teluk Benoa juga muara dari sejumlah sungai besar seperti Tukad Badung dan Tukad Mati. Sebelum reklamasi serangan dan pembangunan Pelabuhan Benoa, Perputaran air di kawasan teluk benoa sangat bagus sebelum reklamasi kawasn teluk benoa perputaran perputaran arus air bagus dan hutan mangrove juga masih sangat lestari.
2.      Tahap Konstruksi
Pembangunan jembatan ini memerlukan waktu konstruksi selama 14 bulan dan pembuatan studi kelayakan serta amdal selama 2 bulan. Sementara lahan yang dibebaskan relative sedikit mengingat jembatan diatas laut. Proyek pembangunan jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai - Benoa, Bali ini dikerjakan bersama oleh PT Jasa Marga Bali Tol yang merupakan konsorsium BUMN (Jasa Marga, Angkasa Pura I, Pelindo III, Adhi Karya, Waskita Karya, Wijaya Karya, dan Wijaya Karya). Adapun secara rinci kepemilikan saham adalah : PT Jasa Marga 60 %, PT Pelindo III 20%, PT Angkasa Pura I 10%, PT Wijaya Karya 5%, PT Hutama Karya 2%, PT Adhi Karya 2% dan Pengembangan Pariwisata Bali 1%. Jalan tol ini dibangun sejauh 11 km dengan total investasi mencapai 2,3 triliun. Masa konsesi pengoperasian jalan tol ini selama 45 tahun sejak surat perintah kerja oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
3.      Tahap Operasi
Proses pembangunan Jalan Tol Bali Mandara ini dengan memanfaatkan lahan yang cukup luas dari segi teknik bangunan didesain dengan baik dan kokoh agar dapat bertahan lama dan proses pembangunannya menggunakan alat berta seperti bouldozer dan menggunakan kendaraan seperti truk untuk mengangkut bahan bangunannya serta dikerjakan oleh tenaga ahli bangunan agar sesuai dengan harapan meneger perseroan tersebut. Dari segi fisik bangunan dibuat dengan kokoh menggunakan beton dan baja untuk menopang bangunan tersebut.  Sampai dengan akhir desember 2012 progress konstruksi selalu terjaga memenuhi target, bahkan sering ahead schedule. Namun Memasuki Januari 2013, curah Hujan dan kecepatan Angin yang tinggi mulai menjadi penghambat, sehingga proyek mengalami keterlambatan. dalam sehari bisa 2-3 li turun hujan dan sering menunda pengecoran, karena tidak mungkin dilakukan pada saat hujan turun maupun angin. gangguan cuaca ini diperkirakan masih terus berlangsung sampai Pertengan Maret 2013 ini. Akibat dari tidak ada akses darat, semua proyek tergantung dengan jadwal air pasang surut. pada saat air pasang menjadi menjadi kesempatan untuk memindahkan atau menggeser peralatan serta mengangkut material ke laut. Jika air surut tidak banyak yang bisa dilakukan atau tidak bisa mengangkut alat maupun material ke tengah laut, sementara rata-rata air pasang hanya sekitra 4-5 jam sehari.
      Material yang perlu dipindahkan itu diantaranya 33,814 batang tiang pancang untuk ditanam pada kurang lebih 13,600 titik. supaya transportasi material berjalan lancar ketika air surut yang hanya sedalam 1 meter itu, sedangkan tebal kapal ponton 2 meter, solusinya dilakukan pengurukan yang bersifat sementara setebal 2 meter dengan tanah urug yang disesuaikan dengan jenis tanah eksisting, yaitu tanah berkapur supaya tidak merusak habitat yang ada dan tidak merusak lingkungan. sehingga transportasi material bisa dilakukan lewat darat. Urugan tanah itu nantinya akan digali lagi setelah pekerjaan selesai dan dikembalikan seperti kondisi sebelumnya. kecuali paket 2 yang tidak memiliki pengurukan karena 100 % berada ditengah laut.
      Untuk mengejar keterlambatan agar tidak semakin besar diperlukan upaya ekstra keras, PT. Jasa marga Bali Tol telah beberapa kali mengundang Direksi Kontraktor untuk berkordinasi dan membangun komitmen agar proyek ini bisa selesai sesuai jadwal. untuk mencapai itu diperlukan dukungan ekstra dari direksi kontraktor seperti penambahan jam kerja, Penambahan Alat, Material,pekerja, dan sumber daya lainnya termasuk keuangan.
4.      Tahap Pasca Operasi
Jalan Tol di atas perairan ini mulai beroperasi pada Juli 2013, dan akan menjadi jalan tol berstandar Internasional yang indah dan modern. pada ruas jalan tol ini akan diberlakukan E-Toll Card, sehingga masyrakat akan memperoleh pelayanan transaksi yang lancar. E-Tool Card yang merupakan Kartu Toll Prabayar itu dapat diisi ulang dibeberapa Outlet Minimarket. dengan selesai jalan tol ini, diharapkan aktivitas usaha serta mobilitas barang dan jasa di segi tiga emas Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa akan semakin lancar dan mampu merangsang pertumbuhan ekonomu, Sosial, dan Budaya.
Demikianlah sekilas informasi dari Proyek Konstruksi Jalan Tol Pertama Di Indonesia yang di bangun di Atas Laut.

C.     Deskripsi Rona Lingkungan Awal
            Sebagai sebuah proyek Jalan tol pertama di Bali, Jalan tol ini sangat spesial dan diklaim akan menjadi jalan tol terindah di Indonesia. Jalan tol yang memiliki total panjang jalan 8,12 km ini merupakan jalan tol pertama yang melintas di atas permukaan laut. Jalan tol ini memang dirancang sedemikian rupa, sehingga bisa melintasi teluk Benoa. Selain melintas di atas permukaan laut, ada bagian jalan tol yang juga berada di jalur bawah permukaan tanah. Tujuan dibangunnya proyek jalan tol ini adalah untuk mengatasi kemacetan di Pulau Bali yang semakin padat. Dengan lahirnya jalan tol terindah ini diharapkan wisatawan jadi lebih nyaman dan cepat dalam mencapai tempat wisata yang diinginkan. Uniknya lagi, jalan tol ini tak hanya dikhususkan untuk kendaraan roda empat atau lebih, karena sepeda motor juga diberi jatah untuk bisa melewati jalan tol.
a)      Abiotik
            Awalnya sebelum dibangun jalan Tol Bali Mandara di sekitar Kawasan Benoa adalah sebuah lahan hutan bakau dan merupakan sebuah perairan laut.
b)      Biotik
            Dahulu di Teluk Benoa terdapat bentangan hutan mangrove sepanjang puluhan kilometer. Kawasan Tahura Ngurah Rai juga ada di wilayah teluk ini. Salah satu fungsi kawasan Teluk Benoa adalah sebagai pelindung kawasan Bali selatan dari bencana tsunami dan abrasi Bali selatan rawan tsunami, ada lempeng tektonik selatan Bali. Mangrove Teluk Benoa bermanfaat lindungi Bali selatan terutama Denpasar & Badung. Teluk Benoa juga muara dari sejumlah sungai besar seperti Tukad Badung dan Tukad Mati. Tukad merupakan sebutan sungai dalam bahasa Bali.
c)      Culture/ Kebudayaan
            Adat dan kebudayaan di Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan religius masyarakatnya. Tanjung Benoa Bali, letaknya berdekatan dengan kawasan pariwisata Nusa Dua Bali. Pantai Tanjung Benoa memiliki daya tarik yang unik, sehingga membawa berkah bagi masyarakat sekitar, yang sebelumnya mata pencahariannya sebagai nelayan. Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, penduduk asli di kawasan Tanjung Benoa, berubah mata pencahariaanya ke bidang pariwisata.
d)      Kesmas (Kesehatan Masyarakat)
                        Kesehatan masyarakat yang terjadi ketikalingkungan awal masih terjaga kelestariannya, masyarakat tidak banyak mengeluh mengenai kondisi kesehatan mengingat wilayahnya masih asri dan belum tercemar oleh aktivitas manusia.

D.    Identifikasi Dampak Potensial
a.       Komponen Geo-Fisik-Kimia
Pada tahap konstruksi rencana proyek pembangunan Jalan Tol Bali Mandara ini diperkirakan terdapat kegiatan yang dapat  berpengaruh/ memberikan dampak terhadap perubahan komponen lingkungan fisika dan kimia misalnya tercemarnya air laut akibat pengurugan dengan tanah kapur yang mengakibatkan penurunan kualitas air laut. Jenis dampak yang timbul akibat kegiatan ini adalah kualitas udara berupa peningkatan kadar debu, oksigen sulfur, nitrogen dan hidrokarbon di udara. Dampak lain yang muncul adalah kesehatan dengan indikator tingkat gangguan kesehatan pekerja dan  penduduk di dekitarnya akibat debu serta gas buangan alat berat dan kendaraan proyek, serta berubahnya bentuk atau morfologi lahan oleh aktifitas pembangunan jalan tol tersebut.
b.      Komponen Biologi
Pada tahap konstruksi proyek pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa diperkirakan terdapat kegiatan yang dapat  berpengaruh/memberikan dampak terhadap perubahan komponen biologi misalnya dengan dibangunnya jalan tol tersebut pasti akan memberikan pengaruh bagi kelestaian hutan mangrove di sekitar kawasan Benoa serta organisme di sekitar kawasan seperti ikan serta penurunan komposisi biota perairan seperti jumlah dan kelimpahan plankton, struktur, dan indeks kerapaatan jenis nekton dan populasi bentos perairan.
c.       Komponen Sosial
Menurunnya kualitas sanitasi masyarakat terjadi karena pengaruh peningkatan limbah yang terjadi dari proyek pembangunan Tol Bali Mandara di Teluk Benoa, sehingga limbah yang dibuang akan langsung berakibat pada pencemaran air laut  ini disebabkan akibat aktivitas konstruksi pembanguanan jalan tol tersebut.
d.      Kesehatan Masyarakat
Ø  Polusi
Polusi udara yang dihasilkan pada saat proyek ini dibangun karena menggunakan banyak kendaraan dan alat berat akan dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar akan mengganggu kesehatan masyarakat khususnya pada pernafasan.


Ø  Penurunan kualitas lingkungan
Pembangunan Jalan Tol Bali Mandara akan mengakibatkan adanya limbah sehingga dapat menggangu kesehatan masyarakat.
E.     Metode
                        Metode yang digunakan dalam meganalisis evaluasi dampak potensial aktifitas dan kegiatan pembangunan Jalan Tol Bali Mandara ini menggunakan metode observasi dan  metode wawancara. Metode observasi untuk mengetahui kontruksi dan keadaan sekitar Jalan Tol Bali Mandara sedangkan metode wawancara agar mengetahui pasca pengoprasian dan keadaan sosial masyarakat sekitar Jalan Tol Bali Mandara dalam mengetahui dampak dan kondisi dari pembangunan Jalan Tol Bali Mandara.

F.      Dampak Tentang Hipotetif
1.      Geo – Fisik –Kimia
-         Penurunan Kualitas Air Laut
-         Penurunan kualitas udara
2.      Biologi
-       Penurunan popolasi flora dan fauna
-       Kerusakan hutan mangrove dan organisme laut
3.      Sosial
-         Peningkatan kepadatan penduduk
-         Perubahan mata pencarian penduduk
4.      Kesmas
-         Perubahan Pola Penyakit
-         Polusi Udara
-         Polusi suara (Kebisingan)

G.    Isu Pokok
            Pembangunan proyek Jalan Tol Bali Mandara memiliki fokus utama dampak yang paling dominan dengan pembangunan proyek ini mencangkup komponen –komponen abiotik, biotik, sosial dan kesmas di mana dampak penting yang di timbulkan yaitu :
1.      Penurunan Kualitas Air Laut
Dampak terhadap perubahan komponen lingkungan fisika dan kimia misalnya tercemarnya air laut akibat pengurugan dengan tanah kapur yang mengakibatkan penurunan kualitas air laut. Jenis dampak yang timbul akibat kegiatan ini adalah kualitas udara berupa peningkatan kadar debu, oksigen sulfur, nitrogen dan hidrokarbon di udara. Dampak lain yang muncul adalah kesehatan dengan indicator tingkat gangguan kesehatan pekerja dan  penduduk di dekitarnya akibat debu serta gas buangan alat berat dan kendaraan proyek.
2.      Kerusakan pada Kawasan Hutan Mangrove
Pada tahap konstruksi proyek pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa diperkirakan terdapat kegiatan yang dapat  berpengaruh/memberikan dampak terhadap perubahan komponen biologi misalnya dengan dibangunnya jalan tol tersebut pasti akan memberikan pengaruh bagi kelestaian hutan mangrove di sekitar kawasan Benoa serta organisme di sekitar kawasan seperti ikan serta penurunan komposisi biota perairan.
3.      Perubahan Mata Pencaharian Penduduk
Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, penduduk asli di kawasan Tanjung Benoa, berubah mata pencahariaanya ke bidang pariwisata.
4.      Polusi Udara
Polusi udara yang dihasilkan pada saat proyek ini dibangun karena menggunakan banyak kendaraan dan alat berat akan dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar akan mengganggu kesehatan masyarakat khususnya pada pernafasan.





Jumat, 22 Agustus 2014

PROPOPOSAL GEOPARK BATUR



A.    Judul:
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN WISATA GEOPARK BATUR DI KECAMATAN KINTAMANI,   KABUPATEN BANGLI

B.     Identitas Penulis
Nama               : I Wayan Edy Setyawan
NIM                : 1014031056
Kelas               : B
Semester          : VIII
Jurusan            : Pendidikan Geografi
Fakultas           : Ilmu Sosial
Institusi           : Universitas Pendidikan Ganesha

C.    Latar Belakang
Potensi objek wisata yang tersedia di alam ini tersebar di area permukaan bumi mulai dari laut, pantai dan gunung. Potensi pariwisata alam dalam suatu wilayah, seringkali belum diandalkan sebagai sesuatu aset yang mampu mendatangkan penghasilan. Pengembangan sektor pariwisata ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan serta dapat memberikan manfaat terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pengembangan sektor pariwisata ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pemerintah terutama dari segi pembiayaan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah.
Keberhasilan dalam pengembangan pariwisata tersebut ditentukan oleh tiga faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yoeti (1996), yaitu tersedianya objek dan daya tarik wisata, adanya accessibility yaitu sarana dan prasarana, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata, serta adanya amenities yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat.
Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. Tersedianya objek wisata dan daya tarik wisata merupakan salah satu syarat yang harus tersedia dalam pengembangan pariwisata, karena objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung (Rahman, 2011).
Menurut Satyananda (2008) pengembangan dan pembangunan kepariwisataan dewasa ini sudah berkembang sedemikian pesatnya dibandingkan dengan keaadaan sekitar 30 tahun yang lalu. Pada saat ini berbagai daya tarik wisata seperti upacara dan peristiwa tradisional belum diperuntukkan sebagai sajian bagi wisatawan. Pada dekade ini, wisatawan manca negara sudah berdatangan mengunjungi objek wisata, namun jumlahnya masih sedikit, sedangkan wisatawan domestik hanya lapisan tertentu saja yang melakukannya. Demikian juga halnya dengan sarana transportasi dan komunikasi masih sangat terbatas daya tampungnya.
Pengembangan sarana dan prasarana juga sangat penting karena dengan berkembangnya sarana dan prasarana maka kenyamanan para wisatawan dapat terjamin. Sarana wisata merupakan kelengkapan pendukung yang diperlukan untuk melayani wisatawan dalam menikmati kunjungan wisatanya. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah akomodasi, hotel, biro perjalanan, alat transportasi, rumah makan dan sebagainya. Prasarana adalah kelengkapan awal sebelum (pra) sarana wisata dapat disediakan atau dikembangkan. Oleh karena itu prasarana wisata dapat dikatakan sebagai sumber daya alam dan buatan yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya menuju daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya (Rahman, 2011).
Pulau Bali dikenal memiliki potensi pariwisata cukup banyak hampir seluruh pulau yang ada di Bali bila dikembangkan secara proporsional dapat meningkatkan ekonomi bagi masyarakat serta pendapatan daerah. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembang dan bertambahnya sarana dan prasarana pariwisata seperti akomodasi, transportasi, fasilitas rekreasi dan hiburan, komunikasi, dan atraksi wisata secara merata di seluruh wilayah Bali. Pesona Pulau Bali baik keindahan alam, adat istiadat, kemasyarakatan, tarian, pura dan beberapa objek wisata lain telah berkembang sejak abad ke 19. Potensi pariwisata di Pulau Bali dari masa ke masa terus menunjukkan kemajuan yang berarti seiring dengan perkembangan zaman. Kemajuan ini dapat dilihat dari tabel data kunjungan wisatawan ke Pulau Bali dari tahun 2000 – 2013 yaitu:
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun 2003 – 2013
No.
Tahun
Jumlah
(Jiwa)
1.
2006
1.250.317
2.
2007
1.664.854
3.
2008
1.968.892
4.
2009
2.229.945
5.
2010
2.345.886
6.
2011
2.826.709
7.
2012
2.892.019
8.
2013
3.278.598
Sumber: Disbudpar Kabupaten Bangli Tahun 2013

Data tersebut menunjukan bahwa kunjungan wisatawan terus meningkat dari tahun 2006 – 2013. Pariwisata di Pulau Bali mulai menunjukkan pada dunia akan keindahan objek-objek pariwisata antara lain pura, keindahan alam terasering, cagar budaya, wisata desa dan budaya adat istiadatnya. Bali dengan segala bentuk keindahan alam dan budaya tradisional yang mendukung, pantas bersaing dalam dunia pariwisata bahkan menampilkan nilai pariwisata yang tidak kalah menariknya dengan daerah lain.
Geopark merupakan daerah lindung berdasarkan makna khusus Geologi, kelangkaan dan keindahan. Fenomena itu mewakili sejarah, kejadian, dan proses bumi. Seperti Taman Nasional, Geopark-pun berada di bawah pengelolaan pemerintah di mana situs itu berada. Selain membuka peluang untuk penelitian dan pendidikan, Geopark berpotensi besar dapat mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Keadaan itu akan menciptakan lapangan kerja dan penumbuhan ekonomi baru. Geopark dapat dikembangkan menjadi objek dan daya-tarik wisata (geotourism), selain menjadi tempat kegiatan perdagangan dan pembuatan barang kerajinan (geoproducts) seperti cetakan fosil dan cinderamata (Hanang Samodra, 2012).
Terminologi Geopark bukanlah berarti hanya sebagai Taman Bumi yang dipahami dan lebih dikaitkan dengan aspek wisata dan konservasi saja, tetapi merupakan suatu konsep baru yang mulai berkembang sejak tahun 1999. Konsep ini mengintegrasikan pengelolaan warisan Geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages) dari suatu wilayah untuk tiga tujuan utama, yakni konservasi, edukasi dan sustainable development. Dengan demikian, keberadaan sebuah Geopark tidak hanya membawa misi konservasi dan ekonomi saja seperti layaknya sebuah taman yang memiliki berbagai atraksi, tetapi juga harus dapat menjadi media edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Sebuah Taman Geologi yang selama ini hanya memiliki arti penting dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan komunitas keilmuan tertentu untuk pengembangan ilmu, dengan konsep ini keberadaannya akan memberikan manfaat yang jauh lebih luas kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat tanpa kehilangan fungsinya sebagai sumber pengembangan ilmu (LIPI, 2012).
Kaldera Gunung Batur Kintamani, Bangli, Bali, berhasil ditetapkan sebagai Global Geopark Network atau jaringan taman bumi global oleh UNESCO. Penetapan dilakukan saat konferensi Geopark Eropa yang ke-11 di Geopark Auroca, Portugal pada 20 September 2012. Batur Global Geopark sebagai usaha berhasil pertama kali yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia setelah berusaha selama 4 tahun. Indonesia memiliki banyak kaldera dan 127 buah gunungapi, Danau Batur merupakan salah satu kaldera terunik di dunia . Keindahan Kaldera Batur didukung oleh kemudahan pencapaian dan beberapa tempat atau spot pengelihatan yang strategis sehingga memungkinkan untuk melihat seluruh keindahan kaldera, gunung, danau, hamparan warisan Geologi, dan desa-desa tradisional beserta keragaman hayatinya (Disbudpar Kabupaten Bangli, 2013).
Konsep pengembangan Geopark Batur memiliki 4 konsep pokok yaitu konsep lingkungan hidup, konsep wisata gunungapi, konsep budaya dan konsep ekowisata serta rekreasi. Diluar ketidaksesuaian antara Geopark yang dijelaskan dalam RDTR dan Geopark yang telah ditetapkan oleh UNESCO, ada permasalahan lain yang perlu untuk kaji. Dapat disimpulkan dengan dijadikannya Kawasan Kaldera Batur sebagai Geopark tentunya akan mendukung pengembangan Pariwisata Bali yang berbasiskan alam. Sehingga dapat terlihat Pariwisata Bali ke depan yang berkelanjutan dengan terciptanya keselarasan dan keharmonisan baik bagi masyarakat, pelaku pariwisata, pemerintah dan alam. Pengembangan  Kawasan Kaldera Batur sebagai Kawasan Geopark maka kegiatan pariwisata di Bali akan lebih beragam karena tercipta alternatif wisata yang belum pernah dikembangkan sebelumnya. Wisatawan dapat menikmati keindahan dan sekaligus mendapatkan pengetahuan betapa pentingnya kelestarian alam dari perjalanannya (Disbudpar Kabupaten Bangli 2013).
Berdasarkan berita dari surat kabar online merdeka.com, Sabtu 21 September 2013, kunjungan wisatawan ke Bangli sempat turun signifikan pada tahun 2010 yakni sebesar 20,6% akibat maraknya aksi pemerasan yang dilakukan warga setempat. Pemerasan biasanya dilakukan saat wisatawan menaiki sampan untuk menuju Trunyan, sebuah desa kuno dengan kuburan tradisionalnya. Saat menyeberangi danau, pengemudi sampan tiba-tiba mematikan mesin sampan meminta uang kepada wisatawan dengan alasan mesin sampan mogok. Begitu juga saat mengunjungi Kintamani, banyak wisatawan yang terusik kenyamanannya karena dipaksa membeli souvenir oleh warga setempat dan anak-anak. Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) bahkan sempat mengeluarkan Kintamani dan Trunyan dari list destinasi yang layak dikunjungi wisatawan saat berlibur ke Bali.
Menurut booklet Analisa Pemasaran Wisata Kabupaten Bangli tahun anggaran 2014 berikut data kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli selama 5 tahun terakhir:

Tabel 2. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bangli 2009 - 2013
No.
Tahun
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bangli
1.
2009
526.706
2.
2010
418.143
3.
2011
566.617
4.
2012
548.152
5.
2013
616.637
Sumber: Disbudpar Kabupaten Bangli Tahun 2013

Berdasarkan data di atas kunjungan wisatawan dalam lima tahun terakhir terlihat jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli dari tahun ke tahun mengalami keadaan yang tidak menentu. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan kurang lebih sebesar 20,6% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis ekonomi global yang belum pulih, wabah rabies, kolera ditutupnya penerbangan langsung (direct flight) dari Jepang ke Bali. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan kunjungan wisatawan kunjungnan wisatawan ke Kabupaten Bangli yatu sebesar 148. 474 orang atau sebesar 35%, hal ini disebabkan oleh pulihnya kondisi ekonomi global dan gencarnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2012 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli sebesar 18.465 orang atau sekitar 3%, hal ini disebabkan karena beberapa hal yaitu karena kurangnya promosi pemerintah daerah, belum maksimalnya infrastruktur yang dibangun sehingga mempengaruhi minat wisatawan untuk berkunjung serta akibat ulah beberapa oknum pelaku pariwisata yang tidak bertanggung jawab. Tahun 2013 terjadi peningkatan kunjungan sebesar 68.485 atau sebesar 12%, hal ini disebabkan oleh gencarnya promosi wisata melalui beberapa event oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta meningkatnya minat wisatawan terhadap Geopark Batur yang sudah menjadi anggota Global Geopark Network (GGN).
Melihat data tersebut perlu kiranya semua komponen masyarakat menjaga citra pariwisata Kawasan Wisata Geopark Batur yang kondusif dimata wisatawan baik domestik maupun mancanegara mengingat keberadaannya memberikan kesejahteraan masyarakat secara luas. Memperhatikan hal tersebut di atas perlu dikaji lebih mendalam tentang partisipasi masyarakat maupun wisatawan  terhadap fasilitas, daya tarik dan aktivitas pariwisata yang berada di Kawasan Geopark Batur untuk bisa melakukan perencanaan dimasa yang akan datang untuk bisa mempertahankan bahkan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kintamani.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengelolaan Geopark Batur karena dalam pengelolaan tentunya harus melibatkan masyarakat. Mengingat masih belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur. Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi dan wawancara langsung dengan pihak pengelola Geopark Batur dengan menjajaki langsung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli, hasilnya masih belum ada data tentang partisipasi masyarakat terhadap Kawasan Wisata Geopark Batur. Untuk mengembangkan Kawasan Batur sebagai Geopark, saat ini pengelolaannya tengah dikembangkan dalam program DMO (Destination Management Organization) yang melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat di 15 desa yang ada di area Kaldera Gunung Batur. Melalui tata kelola DMO tersebut, Kawasan Geopark Kaldera Gunung Batur diharapkan semakin berkembang sekaligus terjaga kelestariannya. Lewat program Geopark ini, perekonomian masyarakat setempat yang menyandarkan diri pada industri pariwisata diharapkan juga dapat meningkat.
Berdasarkan observasi awal dengan menjajaki langsung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli selaku pengelola Objek Wisata Geopark Batur  yang direncanakan menjadi lokasi penelitian serta melalui wawancara singkat dengan pihak pengelola yang secara tidak sengaja ditemui ketika observasi awal dilapangan mengatakan bahwa “mengenai data tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Kaldera Batur kami belum memiliki datanya tetapi untuk data kunjungan wisatawan kami selaku pengelola memiliki datanya” (Adnyana, wawancara, 12 Maret 2014). Melalui wawancara singkat tersebut terlihat kurangnya perhatian pengelola terhadap tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Geopark Batur. Secara umum diketahui bahwa masyarakat sekitar belum begitu paham tentang  Kawasan Geopark tersebut hal ini dapat dilihat dari minimnya pengetahuan masyarakat tentang Geopark itu sendiri, serta data tentang tingkat partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengelolaan kawasan Geopark Batur masih belum ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli. Realita tersebut sangat ironis atau bertolak belakang dengan keberadaan Objek Wisata Kaldera Batur tersebut sebagai salah satu kawasan yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Kawasan Geopark (Taman Bumi). Perbedaan nyata antara teori dengan realita yang terjadi di  Kawasan Wisata Kaldera Batur (Geopark Caldera Batur) di Kecamatan Kintamani inilah kemudian menimbulkan pertanyaan besar yang penting untuk diteliti lebih lanjut, maka diambilah sebuah judul penelitian sebagai berikut “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli”.

D.    Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi potensi wisata masing-masing objek wisata pada Kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?
2.      Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?

E.     Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Mengidentifikasi kondisi potensi wisata masing-masing objek wisata pada Kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
2.      Mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

F.     Manfaat
            Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a.       Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teori bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengembangan Kawasan Wisata Geopark Batur.
b.      Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan informasi bagi pemerintah, masyarakat dan peneliti sejenis.
a)      Bagi pemerintah, Memberikan suatu masukan supaya bisa memberikan peran sertanya dalam membangun Geopark Batur menjadi sebuah kawasan objek wisata yang ada di Kecamatan Kintamani, supaya bisa eksis dalam dunia pariwisata dan memberikan dampak baik bagi nilai sosial dan ekonomi daerah.
b)      Bagi masyarakat, memberikan manfaat bahwa apabila potensi pariwisata yang dimiliki harus dikelola oleh masyarakat setempat dengan tujuan segala bentuk hasil kegiatan pariwisata bisa dinikmati langsung oleh masyarakat setempat dan pemerintah setempat, serta kegiatan pariwisata tersebut memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
c)      Bagi peneliti yang lain, yaitu dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu menambah wawasan serta dapat dijadikan bahan acuan atau referensi dalam penelitian yang sejenis.

G.    Kajian Pustaka
Untuk menunjang penelitian ini dipandang perlu penguasaan sejumlah acuan yang erat kaitannya dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Penelitian yang dianggap baik tentunya penelitian yang didasarkan atas landasan teori yang relevan. Berkenaan dengan itu, landasan teori yang dimaksudkan akan dipaparkan untuk memberikan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.      Potensi Wisata
      Menurut Mariotti dalam Yoeti (1983: 160-162) adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut, Sukardi (1998: 67), juga mengungkapkan pengertian yang sama mengenai potensi wisata sebagai segala sesuatu yang dimiliki oleh suatu daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di daerah tersebut. Masing-masing bagiannya akan diuraikan sebagai berikut:
(a)    Potensi Alam
      Potensi alam adalah keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dan lain sebagainya (keadaan fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembangkan secara maksimal dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitar akan mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.
(b)   Potensi kebudayaan
      Potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baikm berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah berupa bangunan, monumen dan lain-lain.
(c)    Potensi Buatan Manusia
      Potensi Buatan manusia yang diguanakan sebagai daya tarik wisata adalah sebuah objek wisata yang dibuat oleh manusia atau hasil karya manusia itu sendiri misalnya museum, monument, taman rekreasi, water park,  dunia fantasi, taman mini dan lain sebagainya.
      Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan potensi wisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata dari sebuah objek wisata. Dalam penelitian ini potensi wisata dibagi menjadi tiga macam yaitu potensi alam, potensi kebudayaan dan potensi buatan manusia.

b.      Partisipasi Masyarakat
a)      Pengertian Partisipasi
Apabila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris yaitu “participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan (John M.Echols & Hasan Shadily, 2000: 419). Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010: 46).Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, (2001: 201-202) dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Partisipasi menurut Nazir Ws., et al, (1999: 29), merupakan keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Nazir menekankan pada partisipasi bila mereka menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama. Kemudian menurut Isbandi dalam Solaeman, (2007: 27) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat. Pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksannaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
H.A.R.Tilaar, (2009: 287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya. Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
(a) Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan,mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
(b)   Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011: 61-63) membedakan partisipasi menjadi empat jenis, yaitu: partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan, dan partisipasi dalam evaluasi. Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumberdaya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat, partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi, partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah tingkat keikutsertaan atau keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam masyarakat untuk mencapaian tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat.
b)      Bentuk-bentuk Partisipasi
      Bentuk partisipasi menurut Effendi (2011: 58), terbagi atas:
(a)    Partisipasi Vertikal, partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut,atau klien.
(b)   Partisipasi horizontal, partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.
Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011: 58), partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua,yaitu:
(a)    Partisipasi fisik adalah partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan usaha sekolah.
(b)   Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan,sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata karena dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan potensi wisata di daerah tersebut dapat berkembang secara berkelanjutan. Partisipasi yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan keikutsertaan masyarakat secara individu maupun kelembagaan dalam upaya pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur yang ada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Dalam penelitian ini  mengkaji tentang tingkat partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur di Kintamani.

c.       Pengelolaan Kawasan  Wisata Geopark Batur
Manajemen pengelolaan prasyarat untuk setiap usulan Geopark yang disetujui adalah pembentukan badan manajemen dan sebuah rencana pembangunan yang komprehensif. Pendekatan manajemen umumnya dalam bentuk komite koordinasi yang bertindak untuk mempertemukan para pemangku kepentingan utama yang bertanggung jawab untuk pengembangan sektor masingmasing, bekerja sebagai sebuah tim dengan cara yang lebih terintegrasi. Salah satu faktor kunci keberhasilan dalam inisiatif untuk membuat geopark adalah keterlibatan pemerintah lokal dan masyarakat dengan komitmen dukungan yang kuat dari pemerintah pusat.
a)      Geopark
      Menurut Ibrahim Komoo (2003), gagasan pelestarian/konservasi tinggalan Geologi berawal dari keinginan untuk melindungi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti: nilai intrinsik heritage dan ekologi. Fokus utama konservasi keanekaragaman tinggalan geologi (geodiversity) tidak hanya pada nilai keilmuan dan inspirasi bagi manusia saja, tetapi lebih ditujukan untuk menjaga proses ekologi yang mendasari konservasi alam. Akan tetapi, beberapa tinggalan geologi terletak pada daerah yang terbangun dan aktivitas ekonomi telah berlangsung di dalamnya, sehingga proteksi dan konservasi tinggalan geologi tidak mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu integrasi antara konservasi dan keberlanjutan penggunaan di bawah kerangka regulasi dari pemerintah perlu mendapat perhatian yang utama. Inovasi pendekatan terhadap gagasan integrasi tersebut telah diperkenalkan oleh UNESCO dengan suatu inisiasi yang disebut “Geopark”.
      Konsep inisiasi tentang Geopark harus menjadi suatu cara mendapatkan pemahaman terbaik tentang tinggalan geologi  dan pengguanaan sumber daya alamnya melalui kesadaran publik terhadap hubungan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan. Geopark juga dapat difungsikan untuk kegiatan ekonomi, khususnya geotourism. Sebagai suatu konsep yang terus berkembang, geopark ditetapkan sebagai suatu area proteksi nasional yang didalamnya terdapat sejumlah tapak tinggalan geologi yang masing-masing memiliki nilai penting, seperti kelangkaan, keindahan yang mana dapat dikembangkan sebagai bagian yang integral dari suatu konsep tentang konservasi edukasi dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat (UNESCO, 2006).
b)      Sejarah Geopark
Sejarah berdirinya geopark dimulai sejak konferensi Umum UNESCO 1997 yang menyetujui insiatif mempromosikan jaringan global (global network) dari geosites yang memiliki keunikan tinggalan geologi untuk dikembangkan sebagai pendorong usaha konservasi dan memperkenalkan tinggalan geologi secara global atau internasional, maka Divisi Ilmu Bumi pada tahun 2000 memasukkan laporan studi kelayakan  ‘Program Pengembangan Geopark UNESCO, untuk mendapatkan persetujuan Dewan Eksekutif UNESCO. Situasi saat itu yang tidak menguntungkan, mengakibatkan program tersebut tidak disetujui. Namun, UNESCO mendukung segala upaya dari seluruh negara anggota dalam mendirikan geopark yang berskala nasional (Eder, 2002). Berdasarkan keputusan tersebut, UNESCO dengan bantuan dari Badan Penasehat Ahli Internasional akan menilai Pengembangan Geopark Nasional melalui konsep Jaringan Global.
Kemudian dibawah UNESCO,  The European Geoparks Network (EGN)didirikan pada bulan juni 2000 yang beranggotakan empat negara, yaitu Perancis, Jerman, Spanyol dan Yunani. Tujuan utama dari  inisiatif tersebut adalah menjalin suatu kerjasama dalam melindungi tinggalan geologi dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan yang terbatas dalam bidang ekonomi dari suatu wilayah. EGN sangat aktif dalam mempromosikan konsep geopark melalui berbagai aktivitas, seperti proyek inovasi tentang tinggalan budaya, geologi dan alam. Sampai bualan September 2007, EGN telah memiliki 32 geopark yang tersebar di 13 negara di Eropa (EGN, 2008).
Peristiwa penting dalam perkembangan geopark terjadi pada bulan Februari 2004, dimana Komite Penasehat UNESCO untuk geopark atau umumnya dikenal dengan Global Geoparks Network (GGN) beranggotakan 25 geopark yang tersebar di wilayah Eropa dan Cina sebagai penggagas jaringan geopark dunia tersebut. Kantor Koordinator GNN didirikan di Beijing, Cina pada bulan Juni 2004, serta diikuti dengan Konferensi Internasional Geopark pertama pada tanggal 27-29 Juni 2004 yang juga diadakan di Beijing, Cina (World Geopark Newsleter, 2005). Hingga saat ini, GNN dikelola secara administratif oleh suatu badan, GGN dibawah Divisi Ekologi dan Ilmu Kebumian UNESCO. Pada tahun 2005 melalui Deklarasi Madonie, EGN menyatu menjadi anggota GGN untuk benua Eropa. Saat ini GGN telah beranggotakan 56 geopark yang tersebar di 17 negara di empat benua.
Perkembangan terakhir dari insiatif GGN adalah usulan untuk terbentuknya Asia Pasific Geoheritage and Geoparks Network (APGGN) dalam konferensi regional pertama Asia Pasifik Geopark yang diadalan pada 13-15 November 2007 di Langkawi, Malaysia. Usulan ini telah disetujui oleh pertemuan badan GNN pada 21 Juni 2008 di Osnabruck, Jerman.
c)      Kriteria-kriteria Geopark
Untuk bisa masuk ke dalam anggota geopark memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, tidak seperti konservasi alam dan proteksi tinggalan lainnya, yang mana perhatian utama ditujukan pada propteksi keanekaragaman dan nilai-nilai dari suatu tinggalan, tetapi dalam konsep geopark ada beberapa kriteria, yaitu:
(a)    Ukuran dan Letak
(b)   Manajemen dan Pelibatan Pihak Lokal
(c)    Pengembangan Ekonomi
(d)   Pendidikan
(e)    Perlindungan dan Konservasi
d)     Batur Global Geopark
Kaldera Gunung Batur Kintamani, Bangli,  Bali, berhasil ditetapkan sebagai Global Geopark Network atau jaringan taman bumi global oleh UNESCO. Penetapan dilakukan saat konferensi Geopark Eropa yang ke-11 di Geopark Auroca, Portugal pada 20 September 2012. Batur Global Geopark sebagai usaha berhasil pertama kali yang dilakukan oleh bangsa Indonesia setelah berusaha selama 4 tahun. Seperti diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak kaldera dan 127 buah gunung api, akan tetapi Danau Batur merupakan kaldera terunik kedua setelah Danau Toba. Keindahan kaldera Batur didukung oleh kemudahan pencapaian dan beberapa tempat atau spot penglihatan yang strategis sehingga memungkinkan untuk melihat seluruh keindahan kaldera, gunung, danau, hamparan warisan geologi, dan desa-desa tradisional beserta keragaman hayatinya.
Pada kawasan Geopark Kaldera Batur tersebar beberapa desa Baliaga, yang tersebar diantara 15 desa yang masuk di kawasan Geopark Batur yang secara umum dapat dinyatakan bahwa desa-desa tersebut terbentuk dari unsur yang bersifat fisik dan non-fisik. Dalam usaha penentuan identitasnya, keberadaan elemen-elemen fisik awal desa menjadi hal yang paling utama yang perlu dipertimbangkann karena elemen-elemen fisik tersebut menjadi bukti nyata tentang perjalanan sejarah suatu desa. Elemen-elemen tersebut berupa domain lingkungan, bangunan-bangunan, pendukung aktifitas dan sebagainya. Akhir-akhir ini banyak elemen-elemen fisik awal pembentuk suatu “Desa Kuno” telah rusak, hilang atau sudah lenyap dari tempatnya. Banyak telah mengalami perubahan karena tidak terpelihara dengan baik sebab dianggap menghabiskan banyak biaya untuk merawatnya serta ada elemen yang sengaja digantikan dengan elemen-elemen modern yang lebih representatif dan lebih mengikuti perkembangan jaman. Tetapi tanpa kita sadari pembangunan pesat perdesaan telah menghilangkan bukti-bukti kesejarahanyang merupakan bagian dari kebudayaan desa.
Menurut Garnham (1985) dalam bukunya Maintaining the Spirit Of Place dinyatakan bahwa “suatu tempat dikatakan unik atau memiliki keistimewaan jika dapat memberikan kesan yang kuat dalam ingatan dan gambaran dan karakternya serta menimbulkan suatu keinginan untuk kembali ke tempat tersebut, dan keunikan itu dapat diidentifikasi, dimengerti dan dikomunikasikan”. Penafsiran kearifan lokal dan transformasi di dalam pembangunan pada era global adalah sesuatu yang dapat member keunikan dan nilai tambah dalam penguatan sebuah identitas desa serta bukan merupakan suatu keterbelakangan yang terkungkung oleh pikiran sempit dalam mengartikan perubahan jaman yang terjadi. Oleh karena itu konsep pelestarian budaya (Cultural Conservation) dapat menghidupkan semangat memeiliki warga desa untuk membangun dalam kedinamisan sehingga pada akhirnya spirit Geopark “Memuliakan Bumi dan Mensejahterakan Manusia” menjadi kenyataan.
Sebagai sebuah Geopark yang telah menjadi Jaringan Geopark Dunia atau Global Geopark Network (GGN) dalam pengelolaannya diharuskan melibatkan pihak lokal atau masyarakat setempat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar tanpa merusak lingkungan.

d.      Hubungan Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Kawasan Geopark Batur
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007).
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata karena dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan potensi wisata di daerah tersebut dapat berkembang secara berkelanjutan. Partisipasi yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan keikutsertaan masyarakat secara individu maupun kelembagaan dalam upaya pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur yang ada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Dalam penelitian ini  mengkaji tentang tingkat partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wisata Geopark Batur di Kintamani.
Tradisi kuno Bali Aga yang dipertahankan oleh masyarakat Pulau Trunyan sebuah pulau yang berada tengah-tengah Danau Batur menambah keunikan wilayah ini. Adat istiadat menarik penduduk Desa Trunyan yang masih bisa kita saksikan sampai hari ini adalah  tradisi masyarakat setempat yang tidak menguburkan sanak saudaranya yang telah meninggal. Jasad anggota keluarga yang telah berpulang diletakkan begitu saja di bawah pohon di Pulau Trunyan. Ajaibnya, jasad manusia itu tak mengeluarkan bau busuk sedikit pun. Dari tempat jasad diletakkan justru menguar bau harum. Keanehan ini telah mengundang banyak ilmuwan datang ke Trunyan untuk menelitinya. Selain itu, keunikan Batur juga terletak pada perannya yang penting dalam hal irigasi sawah. Danau Batur sudah sejak lama menjadi sumber air utama yang mengairi ribuan hektar sawah di Bali dengan sistem irigasi Subak.
Geopark Batur sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Bali memerlukan suatu sistem pengelolaan yang baik, hal ini dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat setempat dalam pengeloaannya. Untuk mengembangkan kawasan Batur sebagai geopark, saat ini pengelolaannya tengah dikembangkan dalam program DMO (Destination Management Organization) yang melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat di 15 desa yang ada di area Kaldera Gunung Batur. Melalui tata kelola DMO tersebut, kawasan geopark Kaldera Gunung Batur diharapkan semakin berkembang sekaligus terjaga kelestariannya. Lewat program geopark ini, perekonomian masyarakat setempat yang menyandarkan diri pada industri pariwisata diharapkan juga dapat meningkat.
Terkait status Kaldera Gunung Batur yang kini menjadi geopark, rencana pelatihan dan edukasi yang akan diberikan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah kaldera. Pasalnya, geopark tak hanya mencakup ranah geologi semata, tetapi juga budaya dan cara hidup masyarakat setempat. Salah satu pelatihan yang akan diberikan pihak pemerintah daerah adalah pelatihan pemanfaatan bebatuan di kawasan Danau Batur. Rupanya selama ini masyarakat setempat menggali batu untuk dijual dengan harga murah. Padahal, bebatuan di wilayah Kaldera Gunung Batur bernilai tinggi karena usianya yang tua dan keunikan elemen serta mineral yang dikandungnya.
Berdasarkan situs resmi Batur Global Geopark , masyarakat dilatih agar tak menggali batu sembarangan. Daripada menjual batu dengan harga murah untuk bahan bangunan, batu bisa diubah menjadi cindera mata menarik yang bernilai lebih. Sebaliknya, Geopark dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Syaratnya, tentu pengembangannya harus berkelanjutan dan tetap melestarikan alam serta budaya. Beberapa jalur trekking baru menuju bibir kaldera juga sedang dalam tahap persiapan untuk menyambut lonjakan jumlah wisatawan yang datang berkunjung.
Pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur sangat membutuhkan partisipasi masyarakat setempat dalam memenejemen pengelolaannya karena peran serta masyarakat dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan  objek wisata Geopark Batur. Diharapkan melalui tatakelola destinasi pariwisata (DMO) tersebut kawasan wisata Kaldera Gunung Batur makin berkembang dan terjaga kelestariannya, serta mensejahterakan masyarakat setempat melalui kegiatan pariwisata.


e.       Matriks Penelitian
Penelitian yang mengkaji tentang partisipasi telah dilakukan oleh berbagai pihak. Masing-masing penelitian memiliki karakteristik yang berbeda dan dalam penelitian ini pada hakekatnya berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu.
Seperti halnya dalam penelitian Iwang Gumilar tahun 2012 yang berjudul Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang hasilnya partisipasi masyarakat Indramayu dalam upaya pelestarian hutan mangrove berada pada tahap penyampaian informasi dan konsultasi atau tingkat “tokenisme” yaitu suatu tingkat partisipasi dimana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. sedangkan dalam penelitian I Putu Gede Parma yang berjudul Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam Festifal Pesona Pulau Serangan di Kota Denpasar, yang hasilnya bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam Festifal Pesona Pulau Serangan meliputi dari tahap kegiatan perencanaan hingga pelaksanaan. Pada tahap perencanaan masyarakat mempersiapkan  segala sesuatu terkait pelaksanaan festival melalui kepanitiaan yang dibentuk bersama dengan pemerintah kota. Demikian pula pada tahap pelaksanaan masyarakat turut serta mengikuti seluruh program yang telah disiapkan dari pameran, penjualan, lomba hingga kegiatan edukasi seperti seminar.

Penelitian-penelitian mengenai partisipasi masyarakat yang telah dilakukan dapat disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 3. Matriks Penelitian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Objek Wisata
No.
Peneliti
Tahun
Lokasi
Tujuan
Metode
Hasil
1.
Iwang Gumilar
2012
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
Menganalisis persepsi dan partisipasi pengelolaan masyarakat pesisir dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Indramayu
Studi Kasus
Partisipasi masyarakat Indramayu dalam upaya pelestarian hutan mangrove berada pada tahap penyampaian informasi dan konsultasi atau tingkat “tokenisme”
2.
I Putu Gede Parma
2011
Pulau Serangan, Kota Denpasar
Bentuk partisipasi masyarakat Serangan dalam Festival Pesona Pulau serangan dan faktor-faktor yang memotivasi partisipasi masyarakat Serangan dalam festival tersebut.
Deskriptif Kualitatif
Bentuk partisipasi masyarakat serangan dalam Festival pesona Pulau serangan masih dalam bentuk manipulative, pasif, konsultatif dan intensif.
3.
Penulis
2014
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
Partisipasi masyarakat dalam  pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur
Deskriptif Kualitatif
Hasil yang diharapkan adalah deskripsi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur

H.    Metode Penelitian
Metode penelitian akan menguraikan hal-hal seperti rancangan penelitian, definisi operasional variabel, lokasi penelitian, objek dan subjek, populasi penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.


a.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini pendeskripsian difokuskan pada kawasan Geopark Kaldera Batur sebagai objek wisata di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik di Provinsi Bali karena keindahan alam dan budaya masyarakat setempat sehingga menjadikan Kawasan Wisata Geopark Batur sebagai salah satu objek wisata. Selanjutnya untuk permasalahan pertama dan permasalahan kedua setelah data terkumpul akan dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif.

b.      Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah objek-objek wisata yang tersebar pada kawasan wisata Geopark Kaldera Batur yakni Objek Wisata Desa Trunyan, Penelokan dan Museum Gunungapi Batur sedangkan subjek dari penelitian ini adalah masyarakat yang berada di sekitar objek wisata pada Kawasan Geopark Kaldera Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

c.       Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini mengambil lokasi di Kawasan Objek Wisata Kaldera Geopark Batur yang termasuk wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Daerah ini dijadikan sebagai lokasi penelitian karena Kawasan Wisata Geopark Batur merupakan salah satu objek wisata unggulan di Kabupaten Bangli, mengingat Geopark Batur telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu anggota Geopark dunia.



d.      Populasi dan Sampel
Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyak terbatas atau tidak terbatas. Himpunan individu atau objek yang terbatas adalah himpunan individu atau objek yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasannya. (Tika Pabundu. Moh,2005:24). Jadi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar Kawasan Geopark Batur, dimana jumlah populasi di Kawasan Sekitar Geopark Batur adalah 1596 KK (BPS, 2013) yang tersebar di beberapa objek wisata.
Dari keseluruhan populasi wilayah penelitian dilakukan pengambilan sampel purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang digunakan jika peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam mengambil sampelnya (Arikunto, 200 : 97). Pertimbangan-pertimbangan tersebut yaitu:
a)      Desa tersebut terdapat aktivitas pariwisata dan serta terdapat partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan objek wisata seperti Museum GunungApi dan Penelokan di Batur Tengah, Tradisi penguburan mayat yang unik di Desa Truyan.
b)      Terdapat penduduk/ masyarakat yang bekerja di bidang pariwisata (pengelola) serta terdapat aparat desa dinas maupun desa adat yang tentunya mengetahui tentang keadaan Kawasan Wisata Geopark Batur seperti Kepala Desa maupun Bendesa Adat yang tersebar di Kawasan Wisata Geopark Batur.
Melihat besarnya jumlah penduduk desa tersebut, sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan purposive sampling dari jumlah populasi didasarkan pada  ciri-ciri tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya. Sementara itu untuk sampel ditetapkan sebanyak 10 % dari jumlah populasi yang ada pada masing-masing objek wisata (Arikunto, 1993). Untuk pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Sebaran Populasi Penduduk Kawasan Geopark Batur.
No.
Nama Desa
Jumlah Kepala Keluarga/ Populasi
(KK)
Banyaknya Sampel
10 % dari jumlah populasi (KK)
1.
Batur Tengah
833
83
2.
Trunyan
763
76

Jumlah
1596
159
    Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli 2013
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diambil sampel penelitian sebanyak 159 KK yang tersebar di masing-masing desa lokasi penelitan.

e.       Definisi Operasional Variabel
Agar tidak menimbulkan kerancuan dalam menentukan variabel yang akan digunakan, maka perlu dijelaskan mengenai operasional variabel penelitian ini. Variabel yang perlu dijelaskan adalah:
a.       Potensi Wisata
Potensi wisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah objek wisata. Pada penelitian ini potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu potensi alam, potensi kebudayaan dan potensi buatan manusia.
b.      Kawasan Wisata Geopark
Kawasan wisata merupakan suatu area dengan ciri khas tertentu yang memiliki fungsi sebagai aglomerasi kegiatan-kegiatan pariwisata suatu daerah yang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Geopark adalah Wilayah Geografis di mana situs-situs Warisan Geologis di sana, merupakan bagian dari konsep holistik pada upaya perlindungan, pendidikan, dan pengembangan berkelanjutan. Geopark tidak hanya kumpulan Geologis, namun mencakup keseluruhan tatanan alam. Konsep Geopark berbeda dengan taman bumi yang hanya dikaitkan dengan aspek wisata dan konservasi. Geopark mengintegrasikan pengelolaan warisan geologi dengan warisan budaya.
c.       Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah tingkat keikutsertaan atau keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam masyarakat untuk mencapai tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat.
d.      Pengelolaan Kawasan Pariwisata
Pengelolaan kawasan pariwisata mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam, komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal.


e.       Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penyusunan  penelitian ini didapatkan melalui data primer dan data skunder. Data primer diperoleh melalui observasi wilayah dan wawancara langsung dengan pihak terkait penelitian. Data skunder diperoleh secara tidak langsung atau dari penelitian orang lain misalnya dari buku-buku, arsip/dokumen, sumber-sumber yang relevan.
Data yang termasuk dalam data primer adalah faktor-faktor Geografi yang mendukung Kawasan Geopark Batur sebagai salah satu kawasan wisata serta didapat dari partisipasi masyarakat setempat terhadap Kawasan Wisata Geopark Batur. Data skunder dapat diperoleh dari data fisiografis, data jumlah penduduk, data kunjungan wisatawan dan curah hujan. Data tersebut dapat diperoleh dari BPS Kabupaten Bangli serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli maupun pihak-pihak terkait lainnya.
Pengumpulan data-data tersebut dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a)      Metode Observasi
Penelitian ini menggunakan metode observasi dalam proses pengumpulan datanya yaitu dengan mengobservasi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Objek Wisata Geopark Batur, sehingga dengan demikian lokasi ini cocok untuk diteliti.
b)      Metode Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak terkait yang menguasai informasi mengenai Kawasan Wisata Geopark Batur, yakni dengan langsung bertanya kepada responden dan informan yaitu masyarakat sekitar Kawasan Objek Wisata Geopark Batur dan para pengelola di masing-masing objek wisata, data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur
c)      Metode Dokumentasi
Penggunaan metode dokumentasi dalam penelitian ini dokumentasi diperoleh dari berbagai pihak diantaranya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli, BPS, BMKG, kantor Desa, Perpustakaan, surat kabar, internet  maupun instansi-instansi terkait tentang penelitian ini.


d)     Metode Kuesioner (angket)
Penggunaan metode kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh data primer tentang tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Wisata Geopark Batur yaitu dilakukan dengan  cara disebarkan yang kemudian diisi oleh responden dan digunakan sebagai pedoman wawancara dengan responden.

Tabel 5. Teknik Pengambilan Data/ Instrumen Penelitian
No
Data
Jenis Data
Teknik Pengambilan Data/Intrument
Sumber Data

  1.  
Pengelolaan kondisi potensi Kawasan Wisata Geopark Batur
Primer
Wawancara
Responden

  1.  
Partisipasi masyarakat terhadap pengembangan Kawasan Wisata Geopark Batur
Primer
Kuesioner
Responden

  1.  
Keadaan Demografi
Sekunder
Observasi/ Pencatatan dokumen
BPS

  1.  
Keadaan Fisiografis
Sekunder
Observasi/ pencatatan dokumen
BMKG

f.       Teknik Analisis Data
Apabila data telah terkumpul maka perlu dianalisis agar menjadi informasi yang bermakna terkait dengan masalah yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. Analisis data tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Penelitian ini memiliki 2 masalah pokok yaitu: Data pertama tentang kondisi potensi wisata masing-masing objek wisata pada kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan terkait data kedua tentang partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Data pertama dianalisis untuk mendapatkan informasi mengenai potensi wisata pada masing-masing objek wisata yang tersebar pada kawasan Geopark Batur. Terkait permasalahan kedua dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur sebagai kawasan wisata di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Tabel 6. Teknik Analisis Data
No
Masalah
Analisis
Pendekatan
Hasil

  1.  
Potensi wisata masing-masing objek wisata pada Kawasan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Deskriftif Kualitatif

Keruangan
Potensi wisata pada masing-masing objek wisata yang tersebar pada Kawasan Geopark Batur dapat diketahui.

  1.  
Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Mendapatkan informasi tentang tingkat partisipasi masyarakat setempat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli.

g.      Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut:
a)      Tahap Persiapan
(a)    Studi kepustakaan dengan banyak mempelajari hasil-hasil penelitian dan didapat dari berbagai buku maupun sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
(b)   Penyediaan instrumen penelitian, seperti data kependudukan dan peta wilayah kecamatan setempat yang akan dijadikan tempat penelitian yang didapatkan dari BPS, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atau instansi terkait penelitian ini.
b)     Tahap Pelaksanaan atau Kerja Lapangan
(a)    Melaksanakan observasi dan mengidentifikasi keadaan Geografis Kaldera Geopark Batur.
(b)   Pengumpualan data primer maupun data sekunder
c)      Tahap Setelah Kerja Lapangan
(a)    Melakukan tabulasi data, hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh di lapangan lebih teratur dan dapat kekelompokkan berdasarkan skala tertentu.
(b)   Menganalisis data yang telah ditabulasi dengan metode yang sesuai dengan data yang telah didapatkan.
(c)    Menyusun laporan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam mengidentifikasi permasalahan adalah pendekatan keruangan. Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik purposive sampling serta dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Tabel 7. Tahapan Penelitian
No.
Tahapan Kerja
Uraian Kegiatan
1.
Tahap deskripsi
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data atau pengumpulan sumber-sumber yang terkait dengan masalah penelitian pada observasi awal, dimana data awal didapat dari berbagai sumber yaitu buku-buku terkait penelitian yang relevan, internet dan instansi terkait yaitu Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli memalui surat izin yang telah dilegalisir oleh pihak kampus.
2.
Tahap reduksi
Pada tahap ini merupakan tahap tahap yang digunakan setelah tahap deskripsi dilakukan, digunakan sebagai fokus masalah yang akan diteliti di lapangan. Kemudian setelah data terkumpul, maka dapat difokuskan pada rumusan masalah yang digunakan.
3.
Tahap seleksi
Tahapan ini merupakan tahap melakukan analisis mengenai fokus permasalahan yang telah ditentukan baik data yang bersifat primer maupun data sekunder yang didapat dari intansi terkait.
4.
Tahap Proses meliputi:
a.    Identifikasi

b.   Pembatasan masalah




c.    Penetapan fokus





d.   Pengumpulan data









e.    Pengolahan dan pemaknaan data



f.       Pemunculan teori



g.      Penulisan laporan


Mengidentifikasi permasalahan yang dikaji

Membatasi masalah sejauh mana penelitian akan dilakukan dalam hal ini mengkaji potensi wisata masing-masing objek wisata kawasan Geopark Batur beserta peran masyarakat terhadap pengelolaan  kawasan wisata Geopark Batur.

Menetapkan fokus masalah penelitian yang meliputi:
1.      Potensi wisata pada masing-masing objek wisata pada kawasan Geopark Batur
2.      Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Geopark Batur di Kecamatan Kintamani.

Dengan mengumpulkan data yang didapat baik data primer maupun sekunder
1.      Data primer diperoleh dengan menggunakan metode kuesionar dengan menggunakan alat berupa angket yang bersumber dari masyarakat sekitar Geopark Batur.
2.      Data sekunder didapatkan melalui menggunakan metode pencatatan dokumen dengan menggunakan alat berupa lembar pencatatan dokumen yang bersumber dari intansi terkait.

Data primer meliputi: partisipasi masyarakat sekitar Geopark Batur terhadap pengembangan objek wisata tersebut.
Data sekunder meliputi: aspek fisik dan aspek sosial.

Melalui sumber buku-buku, internet, data-data terkait penelitian yang telah didapatkan, maka akan muncul teori-teori yang digunakan untuk menunjang masalah yang telah ditetapkan.

Tahapan ini adalah tahapan yang terakhir dalam penelitian, dimana dalam kegiatan ini meliputi kegiatan pengolahan dan analisis data serta penyusunan laporan penelitian.


I.       Jadual Penelitian

NO

KEGIATAN
BULAN
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGU
1
Studi Kepustakaan






2
Observasi ke lapangan






3
Penyusunan Proposal






4
Bimbingan






5
Mengurus surat ijin untuk pengambilan data






6
Penyusunan instrumen penelitian






7
Pengumpulan data






8
Membuat tabulasi data






9
Menganalisis data






10
Menyusun laporan penelitian







J.      Daftar Pustaka
Anantara, W. 2013. Festival Danau Batur Bukti Pariwisata Bangli Sudah Membaik. Tersedia pada http://m.merdeka.com/peristiwa/festival-danau-batur-bukti-pariwisata-di-bangli-sudah-membaik.html. diakses pada 12 Maret 2014.

Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli. 2013.

Batur Global Geopark. 2014. Pemerintah Kabupaten Bangli. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Bayu, Made. 2012. Pengertian Potensi Wisata. Tersedia pada http://madebayu.blogspot.com/2012/02/pengertian-potensi-wisata.html. diakses pada 16 Maret 2014.

Bintarto. 1997. Geografi Sosial. Yogyakarta: UP Spring

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Garindo Persada.

Geriya, Wayan. 1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal. Denpasar: PT. Upada Sastra

Gumilar, Iwang. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jatinagor: Jurnal Akuatika Vol. III no. 2/ September 2012 (198-211)
James, Spillane, J. (1982:20). Pariwisata Indonesia, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisw.

Komoo, Ibrahim 2003, Conservation Geology, Protecting Hidden Treasures of Malaysia, LESTARI UKM Publication, Bangi, Selangor, Darul Ehsan, 51p.

Notoatmodjo S, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta Jakarta.
Pendit, N. S. 2002. Ilmu Pariwisata. Jakarta :Pradnya Paramita.

Samosir, Ambarita. 2013. SCALATOBA (Samosir Culture and Lake Toba Tourism Batak). Tersedia pada http://scalatoba.blogspot.com/2013/01/sepintas-mengenai-geopark.html. diakses pada 16 Maret 2014.

Santoso, Sastropoetro. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung.

Satyananda, Made. 2008. Potensi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. Denpasar: Jurnal penelitian No.30/IX/2008 ISSN 1411-6995.

Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sujali. 1989. Geografi Pariwisata dan Kepariwisataan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Suwatoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi Yoyakarta.

Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yoeti, H Oka A. 2006. Pariwisata Budaya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.